KARYA TULIS ILMIAH MEMBACA SASTRA SEBAGAI PERKEMBANGAN KARAKTER BANGSA
CONCLUSION
Interpretasion
of literature reading divided into eastethic reading. Reading that is relation
with art or beauty. In literature reader have to to active the imagination and
creative in order that can comprehend and biological the contents. After read
literature creation reader will get knowledge and experience through literature
cretion that is read it. This is location of excess reading literature creation
than the othersilre creation.
According
to Guntur Tarigan reading is one of literature creation can say beauty if that
good from form although from that
contents there is harmony, with each other, if someone understands the ins and
outs of the language in one of literature creation that more and more
comprehend that contents and enjoy that beauty.
Benefit
reading the literature creation is literature creation will give big
realizeness to reader about truth of life, literature creation give happiness
of life and satisfaction of hearth, the big literature creation, art creation
and fulfill necessary human instinct to beauty. The beautyis appreciation of
human, give appreciation to what we know big, literature creation helps the
reader become the reader human culture. The meaning is respond human,
sensitive, react to glorious valves, good in life.
According
to me that the literature is culture valves mor complete and beauty, have
realty contain that than can’t avoid, evolve civilization Indonesia nation
already evolve the long history in journey literature world, reading literature
has touth us into nation life that is more rank. That will develop development
someone character in his life. Reading is soul necessary who have to pressure
in this life, by reading literature will know development culture, such as the
past era when we didn’t know about write. The story through lips by lips to
date lifeness is more advanced. Dan evolve smart human and creative human and
will bring change character child nation who is love reading literature as
basic necesseties of live.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Kegiatan membaca pada
umumnya banyak orang yang berpandangan bahwa membaca adalah kegiatan yang
membosankan dalam malah apalagi kalau kita sudah melihat buku-buku tebal yang
harus kita baca demi kewajiban seperti siswa mahasiswa bahkan para guru.
Dalam kondisi seperti
ini tentunya sangan memprihatinkan. Tentunya banyak solusi supaya kita gemar
membaca. Membaca sastra misalnya. Membaca sastra yaitu kegiatan membaca yang berhubungan
dengan seni atau keindahan. Dalam membaca sastra, pembaca dituntut untuk
mengaktifkan daya imajinasinya dan kreativitasnya agar dapat memahami dan
menghayati isi bacaan. Setelah membaca karya sastra pembaca akan memperoleh
pengetahuan dan pengalaman melalui karya sastra yang dibacanya. Disinilah letak
kelebihan pembaca karya sastra dibandingkan karya-karya lain. Dari itulah kita
akan memahami betul bahwa pentingnya kehidupan dengan banyak membaca sastra.
Sastra menjadi suatu nilai yang real sastra banyak dijumpai dalam kehidupan
sehari-hari. Sastra membuat hidup kita semakin berwana. Perlu kita ketahui
bahwa telah membawa kita kedalam perubahan zaman dengan beberapa perubahan dan
pergantian periode. Sastra sebagian dari nilai budaya yang harus tetap kita
junjung nilai leluhur dari nenek moyang hingga pada perubahan ini. Membaca
sebagai perkembangan karakter suatu bangsa dapat kita tanamkan supaya bisa
terealisasikan dengan beriringnya waktu, yang menjadikan bangsa kita semakin
berkembang dengan karakter-karakter yang dimiliki orang semua individu.
Mengembangkan karakter
seseorang agar gemar membaca karya sastra tidaklah sulit. Buku Sastra telah
menghadirkan bacaan yang asik dan menarik alias tidak membosankan. Dampaknya
mereka selain akan kecanduan membaca merekapun akan mencoba membuat sebuah
karya untuk dijadikan sebuah bacaan. Dari sinilah karakter seseorang akan
dibangun menjadi manusia yang berwawasan luas akan ilmu bacaannya.
Perlu kita ketahui karya-karya sastra mencoba
melukiskan hidup senyata-nyatanya,sedangkan cerita-cerita hiburan sering
menghindarkan kenyataan-kenyataan itu, menutup-nutupinya, dengan maksud
mengajak si pembaca melupakan kenyataan-kenyataan itu.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah
diatas, penulis mengajukan beberapa rumusan masalah sebagai berikut.
1.
Apa itu sastra dan karakter?
2.
Bagaimana pengertian membaca sastra dan
karakter bangsa?
3.
Bagaimana sejarah sastra berdasarkan
perkembangan bangsa?
4.
Bagaimana peranan membaca sastra dalam
perkembangan karakter bangsa?
5.
Apa manfaat membaca sastra dalam perkembangan
karakter bangsa?
C.
Uraian
Singkat
Kegiatan
membaca sastra harusnya menjadi suatu kebutuhan pokok kita khususnya sebagai
bangsa Indonesia yang bermartabat dan berbudaya. Kecintaan terhadap membaca
sebuah karya sastra akan menumbuhkan kehidupan kita menjadi lebih baik menjadi
manusia yang mempunyai karakter dan wawasan yang sangat luas sehingga tidak
tertinggal jauh oleh Negara lainnya.
Melalui
membaca, seorang akan merasakan perubahan pada dirinya. Karena salah satu
fungsi bacaan adalah mampu mempengaruhi orang-orang yang membacanya. Membaca
buku bisa mempengaruhi dan mengubah pola pikir dan pola tindak seseorang.
Seperti diungkapkan Widodo (2006) bahwa seorang sudah bisa dikatakan pembaca
yang “berhasil”, bila terjadi perubahan pada dirinya. Perubahan itu mengarahkan
seseorang menjadi penulis. Jadi jelaslah bahwa dengan membaca seseorang akan
mempunyai pola pikir yang berbeda dengan yang lainnya dengan membaca dia akan
merubah karakternya, dan tidak memungkiri kemungkinan setelah dia banyak membaca
buku sastra dan sebagainya dia akan menjadi penulis. Itu adalah perubahan dari
sebuah perubahan karakter seseorang dalam hidupnya yaitu dengan membaca buku
baik sastra dan lainnya.
D.
Tujuan
dan Manfaat
Dengan disusunnya makalah ini
diharapkan menambah pengetahuan yang bermanfaat tentang.
1.
Pengertian sastra dan karakter.
2.
Pengertian membaca sastra dan karakter
bangsa.
3.
Sejarah sastra berdasarkan perkembangan
zaman terhadap karakter bangsa.
4.
Peranan membaca sastra dalam
perkembangan karakter bangsa.
5.
Manfaat membaca sastra dalam
perkembangan karakter bangsa.
Manfaat
yang dihasilkan dari makalah ini secara teoretis dan praktis adalah diharapkan
dapat menambah ilmu pengetahuan bagi kehidupan berbangsa khususnya siswa,
mahasiswa dan masyarakat Indonesia dan dengan dukungan teori-teori yang sudah
ada sebelumnya, dan diharapkan dapat digunakan sebagai acuan pembelajaran
siswa, mahasiswa dan umumnya bahwa membaca sastra adalah kegiatan membaca yang
berhubungan dengan seni atau keindahan. Dalam membaca sastra, pembaca dituntut
untuk mengaktifkan daya imajinasinya dan kreativitasnya agar dapat memahami dan
menghayati isi bacaan. Setelah membaca karya sastra pembaca akan memperoleh
pengetahuan dan pengalaman melalui karya sastra yang dibacanya.
BAB
II TELAAH PUSTAKA
A.
Landasan
teori dan konsep-konsep
Terdapat
pengertian tentang pengertian membaca sastra dalam perkembangan karakter bangsa
ini. Menurut Guntur Tarigan membaca sastra adalah suatu karya sastra dapat
dikatakan indah apabila baik dari segi bentuknya maupun dari segi isinya
terdapat keserasian, keharmonisan yang satu dengan yang lainnya. Apabila
seorang dapat mengerti seluk-beluk bahasa dalam suatu karya sastra maka semakin
mudah dia memahami isinya serta menikmati keindahannya.
Pengertian
membaca sastra digolongkan kedalam membaca estetis yaitu membaca yang
berhubungan dengan seni atau keindahan. Dalam membaca sastra, pembaca dituntut
untuk mengaktifkan daya imajinasinya dan kreativitasnya agar dapat memahami dan
menghayati isi bacaan. Setelah membaca karya sastra pembaca akan memperoleh
pengetahuan dan pengalaman melalui karya sastra yang dibacanya. Disinilah letak
kelebihan pembaca karya sastra dibandingkan karya-karya lain.
Saya
berpendapat bahwa sastra adalah nilai budaya yang lebih komplit dan etis,
mengandung realita yang tidak bisa kita pungkiri, berkembangnya peradaban
bangsa Indonesia telah mengandung sejarah panjang dalam perjalanan dunia
sastra, membaca sastra telah mengajarkan kita kedalam kehidupan bangsa yang
lebih bermartabat sehingga akan mengembangkan perkembangan karakter seseorang
dalam kehidupannya. Membaca adalah keperluan jiwa yang harus kita tekankan
dalam kehidupan, dengan membaca sastra kita akan mengetahui perkembangan
budaya, seperti zaman dulu saat kita belum mengenal tulis-menulis ceritanya
melalui mulut-kemulut (leluri) hingga sampai ini kehidupan yang semakin maju
dan berkembang, tentunya sastra telah menghadirkan manusia yang cerdas dan
kreatif dan akan membawa perubahan karakter anak bangsa yang gemar membaca
sastra sebagai kebutuhan pokok hidupnya.
Banyak
yang telah mengartikan pengertian tersebut dengan persepsi yang berbeda-beda,
dengan tujuan yang sama. Karena dengan banyak membaca buku sastra kita akan
menambah wawasan yang lebih luas dibandingkan orang yang tidak suka membaca.
Denga membaca sesuai dengan judul makalah yang dibuat akan menguatkan kita pada
kamajuan bangsa yang mempunyai karakter yang lebih dasyat lagi, karena sastra
telah banyak menghadirkan suatu yang realistis yang real tentang kehidupan
sehari-hari. Banyak difinisi dari berbagai para ahli bahwa kegiatan membaca itu
sangat penting untuk menunjang pola pikir seseorang dalam proses perubahan
karakter.
B.
Uraian
Pemecahan Masalah
Sejarah sastra
berdasarkan perkembangan karakter bangsa
Dahulu kala orang belum
kenal tulis menulis, ceritanya disampaikan dengan tutur kata. Tiap-tiap
ceritanya secara turun temurun diceritakan dari mulut ke mulut.
Suatu keanehan yang
terdapat pada cerita lama itu adalah seperti berikut:
Cerita
itu pada umumnya cerita-cerita tentang kepercayaan kuno, sehingga orang tidak
boleh dengan sekehendak hati saja menuturkan atau menjanjikannya sebab
perbuatan demikian dapat menimbulkan amarah dewa-dewa. Jadi tiap-tiap cerita
itu harus diturunkan ketika pada waktu yang baik dalam waktu tertentu.
Pantang besarnya
misalnya, menuturkan cerita atau doa mati pada sewenang-wenang, sebab bila ada
orang lalai berbuat demikian, laknat dan kutuk akan menimpa dirinya dan
keluarganya (kepercayaan orang toraja). Sebab bukankah cerita itu menuturkan
tentang perihal dewa-dewa, hantu, peri, arwah-arwah orang tua. Pendeknya
makhluk bertubuh halus yang tidak dapat diperolok-olokan.
Walaupun
wujud cerita itu real dan sepintas lalu ditilik sebagai cerita dongen belaka,
tetapi makhluk yang tersebut dalam cerita tersebut adalah dewa, jin, peri,
pendeknya makhluk yang bertubuh halus, yang harus dihormati.
Pada umumnya kebanyakan
suku-suku bangsa di Nusantara di masa purba tidak mengindahkan sejarah atau
perhitungan tahun. Kelalaian ini Nampak pada sebuah sastra lama. Tiap-tiap
gubahan atau cerita lama tidak diberi berangka tahun, sehingga orang tidak
dapat tahu, ketika karangan itu digubah atau dikarang. Bagi orang dahulu angka
tahun tidak begitu penting. Begitu pula nama pengarang tidak pernah dibubuhi,
sebab persorangan atau individu tidak begitu terbilang dalam kerukunan di
Nusantara purba dan apabila ada nama pengarang dibubuhi, belum tentu buah
tangan ciptaannya.
|
Begitulah jadinya
“kepandaian bersama yang tidak hanya nyata pada isi, tetapi juga, pada
bahasa dan gaya bahasanya, yang
sekali-kali tidak membayangkan curahan hati individu, tetapi golongan orang
yang menurut suatu tradisi. Sastra lama terpencar dari masyarakat, hidup
ditengah masyarakat dan adalah milik masyarakat. Kebiasaan mengikat jiwa
masyarakat, akibatnya masyarakat menjadi statis, sukar melepaskan diri dari
kebiasaan kuno dan kalau hendak mengadakan suatu perubuhan, mereka menoleh
dahulu kepada adat-istiadat nenek-moyangnya, supaya jangan sampai mereka
dibuang keluar golongannya.
Dengan demikian tidak
mengherankan, jika bentuk puisi yang dipancarkan pada zaman itu bersifat statis
pula, mempunyai bentuk yang ditetapkan lebih dahulu menurut aturan-aturan yang
dilazimkan. Segala perasaan takluk kepada bingkaian kelaziman, kiasan yang
sudah ditetapkan.
Setiap penciptanya
tidak akan dapat melepaskan diri dari ikatan-ikatan lama ini, dalam
mengeluarkan perasaannya. Begitulah masih kita dapati sekarang bentuk puisi
lama, yang tidak begitu banyak lagi dipakai, yang akan dibicarakan menurut
ikatannya, corak dan isinya.
1.
Ikatan-ikatan Puisi di Masa Lama
Pengaruh asing
beradab-adab merajalela di Nusantara dan teristimewa pengaruh India pada
mulanya. Bangsa Hindu datang ke Indonesia ini kurang lebih pada abad ke-11
sesudah masehi. Pengaruh india dalam kebudayaan dan masyarakat besar sekali di
Nusantara ini.
Bangunan, agama dan
kesusastraan menunjukan pengaruh peradaban Hindu itu, teristimewa di pulau
Jawa. Meskipun begitu tidak dapat dikatakan, bahwa bangsa Indonesia sebelum
datangnya bangsa Hindu tidak berkesusastraan.
Dahulu kala sebelum
terpengaruh sastra asing, bangsa Indonesia sudah mempunyai cerita dan dongeng
yang mengenai dewa-dewa manusia dan binatang, lepas dari tiap-tiap pengaruh.
Dam disamping itu boleh dikatakan, bahwa kesusastraan yang tertua yang
berbentuk puisi juga sudah ada. Diantaranya puisi lama itu seperti dibawah ini:
a.
Bidal-bidal
Yakni kalimat-kalimat
singkat yang mengandung suatu pengertian atau membayangkan sindiran dan kiasan
sebagai tangkisan bagi ahli sastra. Bidal-bidal ini mempunyai gerak lagu dan irama
yang tertentu, meskipun sifat itu sangat meminta saja. Jelas jugalah bagi
tiap-tiap pendengar, bahwa dengan adanya irama inilah bidal menjadi puisi yang
tertua dalam kesusastraan Indonesia.
Ingat
juga kepada anak-anak kecil di Sekolah Taman Kanak-kanak, pertama-tama mereka
diajarkan bernyanyi (Puisi), sebab gerak lagu yang tertentu memudahkan
anak-anak itu mengingat kata-katanya. Ikatan serupa itu diatas inilah yang
banyak terdapat pada bangsa-bangsa yang bersahaja (Frimitip). Bidal inilah
ikatan Indonesia yang terkuno.
1)
Bidalah yang dikatakan puisi yang tertua
dalam sastra tiap bangsa, yang biasanya menjadi cermin daripada keadaan
masyarakat dimana bidal itu terjadi.
Kumpulan
bidal yang sebanyak itu memang ada asal kejadiannya. Jadi dapat jugalah dia diadakan
beberapa pembagian, misalnya:
Saya sengaja memberikan
dua contoh bidal yaitu :
a)
Bidal dikalangan guru
Kalau guru makan berdiri, maka murid
makan berlari.
b)
Bidal kalangan rumah-tangga
Kasih ibu sepanjang jalan, kasih anak
sepanjang galah.
b.
Pantun
Dalam
kesusatraan Indonesia lama terdapat sebuah ikatan yang bernama pantun. Arti
pantun adalah misal, seumpama, ibarat dan tamsil. Adapun ikatan pantun pada
masa dahulu sangat banyak dipakai, karena susunan dan isinya sangat baiknya.
Pantun itu juga adalah kepandaian bersama yang tidak dapat diketahui siapa
pengarangnya.
Ikatan
pantun dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:
1)
Sampiran
2)
Isi
Contoh
:
Berakit-rakit
ke hulu
Berenang-renang
ketepian
Bersakit-sakit
dahulu
Besenang-senang
kemudian
c.
Talibun
Pada pantun kita lihat
bahwa bilangan baris ada empat. Kalau bilangan itu lebih dari empat, tetapi
genap jumlahnya, maka pantun itu disebut talibun.
Contoh :
Kalau anak pergi kelempau
Yu beli belanakpun beli
Ikan panjang beli dahulu.
Kalau anak merantau
Ibu cari sanakpun cari
Induk semang cari dahulu
d.
Gurindam
Gurindam ialah suatu
ikatan yang timbul setelah ada pergaulan dengan orang-orang hindu. Ikatan
bernama gurindam ini berasal dari tamil. Bilangan berisinya dua dan bersajak
sempurna atau pun tidak sempurna. Keistimewaan gurindam tersimpul dalam isinya
yakni berisi nasihat, bersifat mendidik, serta banyak berisikan masalah agama.
Lagi pula kedua baris itu membentuk suatu kalimat majemuk dan biasanya
diperhubungkan menurut sebab-akibat.
Contoh:
Kurang pikr, kurang siasat
Tentu dirimu kelak tersesat
e.
Syair
Syair berasal dari
bahasa Arab. Arti kata Arab syair, yang berarti penggubah atau pengikat sastra.
Jadi syair terdapat dalam kesusastraan Indonesia setelah masuknya agama Islma.
Syair terdiri dari empat baris dalam setiap barisannya. Dilihat dari jumlah
barisnya syair hampir sama dengan pantun. Perbedaannya terletak pada
persajakannya yaitu aa-aa.
Contoh :
Ya illahi khalikul bahri
Nasibku malang tidak pergi.
Ditinggalkan istri seorang diri
Bekal sengsara setiap hari.
2.
Masa Periode Kesusastraan Lama
Pada masa periode ini terbagi menjadi
beberapa bagian yaitu sebagai berikut:
a.
Masa ABM (Abdullah bin Abdulkhadir
Munsyi)
Abdullah lahir pada
abad ke-18 (1797) dan meninggal pada tahun 1853 di jedah, ayah neneknya seorang
arab, kawin dengan seorang perempuan india. Ia mengagumi orang yang berkulit
putih, mengagumi kepandaian-kepandaian dan sifat-sifat mereka yang dianggapnya
baik, selain menjadi juru bahasa mereka, dia juga menulis beberapa buku, buah
karya Abdullah dianggap bercorak baru. Tokoh Abdullah menarik banyak perhatian
peneliti. Karena pembaruan yang dibawanya, dia dianggap sebagai yang telah
memelopori munculnya sastra baru yang tidak lagi bersifat istanasentris, yang
tidak hanya lagi menulis cerita-cerita khayal yang tak berjejak pada dunia
kenyataan.
b.
Masa Balai Pustaka
1)
Pada awala masa Balai Pustaka setelah
lahirnya ABM pada mulanya tahun 1908 tanggal 14 september, dengan ketetapan
gubernemen no.12, didirikan sebuah Badan Penerbit dengan nama “Taman Bacaan
Rakyat”. Dibawah pimpinan G.A.J Hazeu. Pada tahun 1917 namanya diganti menjadi
Balai Pustaka, sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan usahanya.
2)
Syarat-syarat penerbitan Balai Pustaka
Karena Balai Pustaka
dibawah aturan aparatur pemerintahan penjajah, maka tuntunlah harus tunduk pada
ketentuan-ketentuan pemerintah. Ketentuan yang menjadi pegangan Balai Pustaka
dalam menerbitkan sebuah buku (karangan) ialah :
a)
Karangan tidak boleh
menyinggung-nyinggung soal politik.
b)
Karangan janganlah sampai menyinggung-nyinggung
perasaan segolongan orang dalam masyarakat sehingga dengan demikian keamanan
negeri terganggu.
c)
Jangan pulalah hendaknya
karangan-karangan itu sampai menyinggung perasaan seorang dari agama yang
dianutnya.
Buku-buku atau karangan
yang tidak memenuhi syarat-syarat diatas tentulah takan diterbitkan oleh balai
pustaka.
Dibawah ini secara
sederhana saya telah mencantumkan beberapa karya sastra dalam bentuk roman
terbagi menjadi beberapa periode diantaranya:
(1) Pada
periode 1920
Dalam roman Azab dan
Sengsara diceritakan nasib buruk seorang gadis yang tidak berkesampaian menikah
dengan lelaki yang dicintai.
(2) Pada
periode 1922
Dalam
roman Siti Nurbaya cerita ini merupakan kritik terhadap berbagai kehidupan kuno
berkenaan dengan perkawinan.
(3) Pada
periode 1936
Dalam roman di Bawah
Lindungan Ka’bah ini menceritakan tentang kehidupan seorang anak bernama hamid
yang telah ditinggalkan ayahnya dari kecil, hamid di rawat dan dibersarkan oleh
seorang saudagar kaya bernama H.Ja’far sampai tamat diploma, setelah tamat
diploma hamid melaksanakan rukun iman yang ke lima yaitu haji. Sayangnya dalam
perjalanan disana hamid meninggal.
c.
Masa Pujangga Baru
Pujangga
baru munculnya hanyalah nama sebuah majalah bahasa dan sastra yang mulai
diterbitkan pada bulan juli 1933. Nama majalah
inilah yang kemudian dipakai untuk menamai segolongan pujangga muda
mengambil inisiatif penerbitan majalah itu, serta pujangga-punjangga yang terus
menerus memelihara tumbuhnya dengan sumbangan karangan-karangan mereka baik
puisi maupun prosa. Adapun pelopor-pelopor pada masa pujangga baru yaitu
Mr.St.Takdir Alisjahbana, Armijn Pane, dan Amir Hamzah. Merekalah penanda tangan manifest pujangga
baru yang mengajak pujangga muda untuk bersatu memajukan bahasa, sastra dan
kebudayaan Indonesia.
Kemajuan utama ialah
kemajuan bahasa dan budaya Indonesia
harus dapat maju dapat kita lihat apa sebenarnya tujuan dari masa
pujangga baru, yaitu : “Membimbing semangat baru yang dinamis untuk membentuk
kebudayaan baru, kebudayaan Indonesia”. Dasar yang dipakai ialah mencontoh
sebanyak-banyaknya apa yang dapat dicontoh dari dunia luar terutanama dunia
barat dengan tidak mengabaikan kebudayaan sendiri.
d.
Masa Angkatan 1945
Munculnya Chairil Anwar
dalam panggung sejarah sastra Indonesia memberikan suatu yang baru. Sajak-sajak
Amir Hamzah yang betapapun masih mengingatkan kita kepada sastra Melayu,
meskipun sajak-sajak Amir itu memang indah dan bernilai tinggi. Tidak dapat
dibantah pula bahwa sajak-sajak Chairil Anwar bernilai, bahkan bernilai tinggi.
Bahasa yang dipergunakannya ialah bahasa yang hidup, berjiwa. Bukan lagi bahasa
baku, melainkan percakapan sehari-hari yang dibuatnya bernilai sastra. Karena
ada itulah ada orang-orang yang berpendapat bahwa baru dengan sajak-sajak
Chairil Anwarlah sebenarnya bahwa sastra Indonesia lahir.
Dengan munculnya
kenyatan itu, maka banyaklah orang yang berpendapat bahwa suatu angkatan
kesusastraan baru telah lahir. Pada mulanya angkatan ini disebut dengan
berbagai nama, ada menyebutnya angkatan sesudah perang, ada yang menamakannya
angkatan Chairil Anwar, angkatan kemerdekaan dan lain-lain. Baru pada tahun
1948, Rosihan Anwar menyebut angkatan ini dengan nama angkatan 45. Nama ini
segera menjadi popular dan dipergunakan oleh semua pihak sebagai nama resmi.
3.
Periode sastra saat ini secara global
Pada
Era Globalisasi dan perkembangan zaman serta teknologi yang semakin merajai
serta berkembang dengan pesat. Karya sastra tetap berekspresi dan narsis
dalam dunia yang semakin berkembang ini, karena karya sastra menjadi suatu
wadah seoarang penulis untuk menuangkan segala imajinasinya. Hal tersebut
dituntut untuk menjadi seorang penulis yang baik harus menuangkan segala
imajinasi yang tertuang pada dirinya baik pengalaman yang sudah dijalaninya
maupun hanya sekedar imajinasi atau khayalan semata saja. Berdasarkan perubahan
zaman hingga saat ini sastra masih tetap banyak dinikmati oleh berbagai
kalangan khususnya pencinta sastra baik dalam bentuk prosa maupun puisi. Prosa
terbagi menjadi dua yaitu prosa fiksi dan non fiksi, puisi juga terbagi menjadi
dua yakni puisi lama dan puisi baru.
Terkadang
saya berpikir mengapa sebagian atau banyak orang yang tidak peduli terhadap
sastra baik itu puisi, cerpen dan sebagainya. Sastra adalah sebagian dari
kebudayaan Indonesia yang harus kita kembangkan bukan terasingkan, miris dengan
keadaan ini. Didunia yang sangat modern ini sering kita menemukan dan
melihatnya sebuah karya sastra dalam bentuk novel yang akhirnya di buat film
itu adalah bentuk karya sastra yang real dan bisa dinikmati oleh berbagai
kalangan. Sering kita jumpai dalam film-film yang diangkat dari sebuah novel
seperti, ayat-ayat cinta, ketika cinta bertasbih, wanita berkalung sorban,
cinta suci zahrana, 5 cm, perahu kertas, sang penari, habibi dan ainun. Itu
adalah sebagian dari karya sastra yang akhirnya bisa kita nikmati. Jelas sastra
mempunyai nilai dan daya tarik yang lebih bagi kebudayaan kita dan berpengaruh
terhadap dunia perfilman Indonesia. Banyaknya perubahan dan aturan-aturan dalam
kesusastraan dan meninggalkan sejarah panjang pada dunia kesusastraan hingga
saat ini
Melihat uraian masalah dalam polemik saat ini,
melihat sejarah perkembang zaman periode demi periode yang telah diuraikan
diatas menurut saya telah terjadi perubahan karakter suatu bangsa bahwa kita
mempunyai budaya leluhur dari nenek moyangpun masih ada hingga saat ini. Nilai
budaya yang begitu luas terkadang orang menyepelekannya, sedangkan perkembangan
karakter Indonesia harus betul-betul dirubah dari yang tadinya malas membaca
seharusnya diperbanyak untuk membaca. Membaca sastra pada umumnya akan
menghadirkan warna baru dalam kehidupan seseorang dan setiap individunya itu
sendiri. Merubah pola pikir seseorang dengan kreatifitas dan kemampuannya serta
minat baca yang tinggi akan menyelesaikan semua permasalahan yang kita hadapi. Pendidikan
di Indonesia tidak akan tertinggal jauh kalau anak bangsa banyak membaca
khususnya ilmu sastra yang secara tuntas memberikan wahana perubahan karakter
yang lebih baik bukan hanya sastra saja yang harus dibaca tetapi semua bacaan
wajib kita baca. Kenyataan saat ini banyak siswa maupun mahasiswa malas untuk
membaca karena beberapa faktor. Maka dari itu mulai saat ini kita harus
mengajak mereka untuk lebih giat lagi membaca.
Lantas apa yang menjadi pertanyaan kita untuk bangsa
kita untuk menjadi bangsa yang memiliki karakter yang akhirnya akan merubah
seseorang dari yang tidak gemar membaca akhirnya gemar membaca. Dibawah ini ada
beberapa persoalan.
Bagaimana dengan Indonesia? Beberapa sekolah masih
melaksanakan bacaan-bacaan wajib. Tetapi secara umum, siswa-siswa Indonesia
hanya sekali, dua kali atau bahkan ada yang sama sekali belum pernah membaca
karya sastra. Taufik ismail lebih menyukai istilah “bangsa yang rabun membaca
dan pincang mengarang” untuk menggambarkan situasi pembelajaran sastra di
Indonesia.
Secara lebih rinci, Taufik Ismail (2003) menyebutkan
setidaknya 35 permasalahan dalam pembelajaran sastra di Indonesia. Permasalahan
itu diantaranya adalah merosotnya minat masyarakat secara umum untuk membaca
karya sastra. Memang ada beberapa fakta yang dapat membantah pernyataan ini.
Terbukti novel-novel seperti lascar pelangi atau ayat-ayat cinta laris
dipasaran.
Masalah-masalah lain masih banyak tetapi pokok
permasalahan dari semua persoalan itu terletak pada merosotnya wajib baca buku
sastra, bimbingan mengaranga dan pengajaran sastra di sekolah dan kampus harus
lebih ditingkatkan supaya bisa mencapai suatu karakter seseorang yaitu generasi
penerus bangsa yang unggu dan berkarakter hebat.
BAB III
METODE PENULISAN
Makalah ini disusun
dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Metode yang digunakan adalah metode
deskriptif. Melalui metode ini penulis akan menguraikan permasalahan yang
dibahas secara jelas dan konprehesif. Data teoretis dalam makalah ini
dikumpulkan dengan menggunakan teknik studi pustaka, artinya penulis mengambil
data melalui pendekatan membaca berbagai literature yang relevan dengan tema
makalah. Data tersebut diolah dengan teknik analisis isi melalui kegiatan
mengeksposisikan data serta mengaplikasikan data tersebut dalam konteks tema
makalah.
BAB
IV ANALISIS DAN SINTESIS
Pada kenyataannya proses membaca sastra sampai saat
lebih cenderung orang-orang itu memanfaatkan waktunya untuk bermain, menggosip,
berkelahi dan sebagainya. Tanpa memanfaatkan waktunya untuk membaca. Membaca
merupakan kegiatan yang sangat wajib, dengan banyak membaca tentunya kita akan
memperoleh banyak ilmu. Dengan membaca sastra kita akan memperoleh ilmu yang
luas tanpa melupakan warisan budaya kita. Yang kita ketahui di lapangan
khususnya para pelajar lebih banyak digunakan untuk hal-hal yang kurang
bermanfaat. Tentunya akan menghambat proses pertumbuhan karakter suatu bangsa
karena masyarakatnya seperti ini. Tetapi tidak semuanya seperti itu banyak
kalangan peduli membaca mungkin hanya sebagai penikmat saja atau bahkan pembuat
pembuat karya atau penulis. Itu terbukti ada beberapa mahasiswa khususnya anak
bahasa dan sastra Indonesia yang hoby membaca dengan beriringnya waktu akhirnya dia membuahkan
sebuah karya dan diterbitkan di media masa itu sebagai bukti. Bahwa membaca
adalah kegiatan yang sangat penting untuk merubah sikap seseorang demi perubahan
karakter yang baik. Tanpa meninggalkan sejarah kebudayaan masa lalu.
BAB
V SIMPULAN DAN REKOMENDASI
A.
Simpulan
Pengertian
membaca sastra digolongkan kedalam membaca estetis yaitu membaca yang
berhubungan dengan seni atau keindahan. Dalam membaca sastra, pembaca dituntut
untuk mengaktifkan daya imajinasinya dan kreativitasnya agar dapat memahami dan
menghayati isi bacaan. Setelah membaca karya sastra pembaca akan memperoleh
pengetahuan dan pengalaman melalui karya sastra yang dibacanya. Disinilah letak
kelebihan pembaca karya sastra dibandingkan karya-karya lain.
Sejarah
sastra berdasarkan perkembangan zaman terhadap karakter bangsa terbagi menjadi
beberapa perubahan diantaranya latar belakang kesusastraan lama, ikatan-ikatan
puisi lama, dan periode kesusastraan lama berdasarkan perkembangan karakter
bangsa dengan perubahannya.
Perubahan
karakter suatu bangsa dapat dikembangkan melalui kegiatan membaca buku sastra
dan buku yang lainnya yang akan menambah ilmu wawasan yang lebih luas lagi
serta dapat menumbuhkan karakter individu yang lebih baik lagi demi bangsa
Indonesia tercinta ini.
B.
Rekomendasi
Semoga makalah yang
saya buat dapat memberikan manfaat yang baik untuk semua kalangan dan
semestinya dari mulai saat ini bangsa ini kita rubah dengan perbanyak membaca
karya sastra dan buku lainnya yang akan menambah wawasan serta ilmu pengetahuan
demi menghadirkan karakter suatu bangsa itu sendiri.