KAJIAN CERITA PENDEK “UNDANGAN MENARI” KARYA TAUFAN SUKMA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN STRUKTURAL SEMIOTIK SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DI SMA OLEH CHASIM CASICO. DKK
KAJIAN CERITA PENDEK “UNDANGAN MENARI”
KARYA TAUFAN SUKMA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN STRUKTURAL SEMIOTIK SEBAGAI
SALAH SATU ALTERNATIF PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DI SMA
Karya Tulis Ilmiah
Disusun
untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata
Kuliah Kajian Prosa Fiksi Indonesia
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SILIWANGI
TASIKMALAYA
2013
LEMBAR PENGESAHAN
KAJIAN CERITA PENDEK “UNDANGAN MENARI”
KARYA TAUFAN SUKMA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN STRUKTURAL SEMIOTIK SEBAGAI
SALAH SATU ALTERNATIF PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DI SMA
Karya Tulis Ilmiah (KTI)
Diajukan
untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata
Kuliah Kajian Prosa Fiksi Indonesia
Disahkan
oleh,
Pembimbing I, Pembimbing
II,
Titin Kusmini, M.Pd. Hj. Enen Khoeriyah, M.E.
NIP.
195412141983032001 NIP.412096706
KATA PENGANTAR
Puji syukur marilah kita panjatkan kepada Allah swt, karena dengan
karunianyalah penulis dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Kajian Prosa Fiksi
yang berjudul “KAJIAN CERITA PENDEK
UNDANGAN MENARI KARYA TAUFAN SUKMA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN STRUKTURAL
SEMIOTIK SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA”. Analisis
buku paket ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kajian Prosa
Fiksi.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak
mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1.
Ibu Titin Kusmini, M.Pd selaku dosen
mata kuliah Kajian Prosa Fiksi;
2.
Ibu Hj. Enen Khoeriyah M.E selaku dosen
pembimbing;
3.
Teman-teman yang telah memberikan dukungan dan motivasinya;
4.
Semua pihak yang telah mendukung dan
memberi motivasi selama menyusun makalah ini.
Penulis berharap
makalah ini dapat memberikan manfaat terutama bagi penulis dan umumnya bagi
semua orang yang membacanya.
Tasikmalaya, Januari 2013 Penyusun
DAFTAR ISI
halaman
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR ……………………………………………….. i
DAFTAR ISI …………………………………………………………. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah …………………………………. 1
B.
Rumusan Masalah ………………………………………..
3
C.
Definisi Operasional ……………………………………...
3
D. Tujuan
Penelitian ………………………………………... 4
BAB
II LANDASAN TEORETIS
A. Hakikat
Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA ………..
5
B.
Hakikat Kajian Prosa Fiksi ………………………………. 6
C.
Hakikat Cerpen …………………………………………... 8
D. Hakikat
Pendekatan structural Semiotik ………………… 17
E.
Anggapan Dasar …………………………………………. 19
F.
Hipotesis …………………………………………………. 28
BAB
III PROSEDUR PENELITIAN
A. Metode
Penelitian ………………………………………... 24
B.
Variabel Penelitian ………………………………………. 24
C.
Teknik Penyimpulan Data Penelitian ……………………. 24
E.
Desain Penelitian ………………………………………… 24
F.
Langkah-Langkah Penelitian …………………………….. 25
G. Analisis
dan Pengelolaan Data …………………………… 25
H. Waktu
dan Tempat Penelitian ……………………………. 25
BAB
IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Kajian
cerpen Undangan Menari Karya Taufan Sukma
dengan Menggunakan Pendekatan Struktural
Semiotik …. 26
1. Lapis
Bentuk …………………………………………... 26
2. Lapis
Makna …………………………………………… 39
3. Kajian
dengan Menggunakan Struktural Semiotik ……. 44
BAB
V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
………………………………………………….. 49
B.
Saran ………………………………………………………. 49
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Ceita pendek
(cerpen) sebagai salah satu jenis karya sastra ternyata dapat memberikan manfaat
kepada pembacanya. Di antaranya dapat memberikan pengalaman, kenikmatan
mengembangkan imajinasi, mengembangkan pengertian tentang prilaku manusia, dan
dapat menyuguhkan pengalaman yang universal. Pengalaman yang universal itu
tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusian.
Cerita pendek bisa berupa masalah perkawinan, percintaan, tradisi, agama,
persahabatan, sosial, politik, pendidikan, dan sebagainya. Jadi tidaklah
mengherankan jika seseorang membaca cerpen sama halnya sedang melihat miniature
kehidupan manusia dan merasa sangat dekat dengan permasalahan yang ada
didalamnya. Akibatnya, si pembacanya itu ikut larut dalam alur dan permasalahan
cerita. Bahkan sering pula perasaan dan pikirannya dipermainkan oleh permasalahan
cerita dibacanya itu. Ketika itulah si pembacanya itu akan tertawa, sedih,
bahagia, kecewa, marah, dan mungkin saja akan memuja sang tokoh atau
membencinya.
Jika
kenyataannya seperti itu, maka jelasnya bahwa sastra (cerpen) telah berperan
sebagai pengikat, sebagai harikatur dari kenyataan, dan sebagai pengalaman
hidup. Oleh karena itu, jika cerpen dijadikan bahan ajar di kelas tentunya akan
membuat pembelajarannya lebih hidup dan menarik. Tidak hanya itu, kiranya
cerpen dengan segala permasalannya yang universal itu ternyata menarik juga
untuk dikaji. Bakan tidak pernah berhenti orang yang akan mengkajinya apa lagi
jika cerpen itu dikaitkan dengan kegiatan pembelajaran di kelas. Seperti halnya
penulis mencoba mengkaji cerpen yang dikaitkan dengan kegiatan pembelajaran di
kelas. Cerpen yang kami kaji itu adalah sebuah cerpen yang berjudul undangan
menari karya taufan sukma. Penulis memilih cerpen undangan menari karya taufan
sukma tersebut bukan tanpa pertimbangan atau alasan sebab cerpen ini memiliki keistimewaan
dibandingkan dengan cerpen Taufan Sukma yang lain atau cerpen yang ditulis
pengarang-pengarang yang lain. Keistimewaan itu terletak pada teknik
penceritaan cerpen taufan sukma, dalam cerpen Undangan Menari ini menceritakan
kisah seorang gadih yang mempunyai hobi menari, oleh karena hobinya itu
akhirnya dia terjerat
2
Pembelajaran
sastra merupan bagian dari pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah. Pengajaran
sastra memerlukan langkah persiapan yang matang dalam pemilihan bahan ajar,
teknik, dan metode yang menarik. Tujuan umum pengajaran sastra seperti yang
tercantum dalam kurikulum KTSP yaitu agar siswa mampu menikmati dan
memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti,
serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa juga mampu memnghargai
dan mengembangkan sastra Indonesia khazanah. Dengan demikan peran pelajaran
sastra menjadi sangat penting.
Mengingat
perannya yang sedemikian itu, maka terselenggaranya pelajaran sastra yang
menarik dan menyenangkan akan menjadi sebuah tuntutan yang harus dipenuhi. Hal
ini di mungkinkan karena pelajaran seperti ini akan dapat mendidik siswa untuk
dapat mengenal dan menghargai nila-nilai yang junjung oleh bangsanya, juga
untuk dapat menghargai hidup, menikmati pengalaman orang lain, serta dapat
menemukan makna hidup dan kehidupan. Bukankah karya sastra (cerpen) itu
merupakan miniature kehidupan manusia disekitar pembaca.
Dengan
mempelajari cerpen berarti siswa diajak untuk mempelajari manusia dengan
lingkungan. Biasanya siswa akan sangat antusias jika diajak untuk membicarakan
atau mendiskusikannya juga akan mengeluarkan segala pengalaman dan
pengetahuannya.
Kendala
pembelajaran itu sering terletak pada guru. Sebab, masih saja guru yang terlalu
mengandalkan LKS, tidak menyukai sastra dan tidak bisa memilih bahan ajar yang
tepat dan menarik untuk seusia siswa yang dididiknya. Kenyataan inilah yang
sering dianggap orang sebagai kegagalan. Gagal karena siswa tidak memiliki daya
apresiasi kepekaan rasa serta tidak menyukai sastra.
3
Berangkat dari
permasalahan yang sudah diuraikan diatas, kami mencoba mengkaji keterkaitan
cerpen dalam kegiatan pembelajaran dan berusaha menemukan
kemungkinan-kemungkinannya cerpen dijadikan bahan ajar di kelas. Dengan
harapan, hasil pengkajian ini dapat memberikan solusi dalam upaya memperbaiki
dan meningkatkan mutu pembelajaran apresiasi sastra (cerpen).
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, penulis merumuskan rumusan masalah sebagai berikut.
1.
Bagaimana unsure intrinsik cerpen
Undangan Menari karya Taufan Sukma?
2.
Bagaimanakan hubungan unsure intrinsic
yang ada dalam cerpen Undangan Menari karya Taufan Sukma dikaji dengan
menggunakan pendekatan Struktural Semiotik?
3.
Apakah cerpen tersebut dapat dijadikan
sebagai bahan pembelajaran di SMA?
C.
Definisi
Operasional
1.
Kemampuan
mengkaji unsure intrinsik cerita pendek
Yang dimaksud dengan kemampuan mengkaji unsure intrinsic adalah
menganalisis hubungan unsure intrinsik seperti tema dengan alur, tema dengan latar,
tema dengan penokohan, tema dengan sudut pandang, dan tema dengan amanat.
2.
Pendekatan
Struktural Semiotik
Yang dimaksud dengan pendekatan structural semiotic dalam penelitian ini
adalah kegiatan menganalisis hubungan antar unsure intrinsic cerita pendek
dengan system tanda yaitu kode budaya, kode sastra,dan kode bahasa.
Strukturalisme itu pada dasarnya merupakan cara berpikir tentang dunia yang
terutama berhubungan dengan tanggapan dan deskripsi struktur- strukturnya. Ilmu
semiotika berfungsi untuk mengungkapkan secara ilmiah keselurahan tanda dalam
kehidupan manusia, baik tanda verbal maupun nonverbal.
4
Sebagai pengetahan praktis, pemahaman terhadap keberadaan tanda-tanda,
khususnya yang dialami dalam kehidupan sehari-hari berfungsi untuk meningkatkan
kualitas kehidupan melalui efektifitas dan efisiensi energy yang harus
dikeluarkan. Memahami system tanda, bagaimana cara kerjanya, berarti menikmati
suatu kehidupan yang lebih baik. Konflik, slah paham, dan berbagai perbedaan
pendapat diakibatkan oleh adanya perbedaan, penafsiran terhadap tanda-tanda
kehidupan.
D.
Tujuan
Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, penulis merumuskan
tujuan penelitian sebagai berikut:
1.
Unsur intrinsik cerpen Undangan Menari
karya Taufan Sukma;
2.
Hubungan unsure intrinsic yang ada dalam
cerpen Undangan Menari karya Taufan Sukma dikaji dengan menggunakan pendekatan
structural semiotik;
3.
Cerpen Undangan Menari jika dijadikan
sebagai bahan pembelajaran di SMA.
BAB II PEMBAHASAN
A.
Hakikat
Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA
1.
Standar
Kompetensi Pembelajaran Sastra Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Menurut Abidin (
2009:2) “Bahasa adalah seperangkat bunyi yang sistemik. Hal ini berarti bahasa
memiliki seperangkat system tertentu yang dikenal para penuturnya. Seperangkat
inilah yang menentukan struktur apa yang diungkapkan”. Selain itu,
Abidin(2009:3) juga mengemukakan “ Bahasa sebagai alat komnikasi mengandung
pemahaman yang cukup dalam. Karena proses komunikasi dapat terjadi apabila
penerima pesan mampu memahami apa yang dimaksudkan oleh pengirim pesan”. Bahasa
dapat diwujudkan dalam bentuk tulis maupun lisan.
Kemampuan
berbahasa dalam kehidupan sehari-hari sangat diperlukan dalam komunikasi.
Bahasa sebagai salah satu pokok medianya merupakan pokok penting yang wajib
dikuasai. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa sangat penting untuk disampaikan
pada siswa di sekolah, agar siswa mampu berbahasa yang baik dan benar serta
dapat berkomunikasi dengan baik dalam kehidupan bermasyarakat.
Dalam kurikulum
tingkat satuan pendidikan (KTSP) pembelajran bahasa dan sastra Indonesia
diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam
bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulisan, serta
menumbuhkan apresiasi terhadap karya kesastraan Indonesia. Standar kompetensi
pembelajaran bahasa Indonesia merupakan salah satu program untuk pengembangan
pengetahuan dalam keterampilan berbahasa, serta memiliki sikap positif terhadap
bahasa dan sastra Indonesia.
2.
Tujuan
pembelajaran sastra di Indonesia
Mata pembelajaran bahasa Indonesia menurut KTSP ( Depdiknas, 2006 : 231)
bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
6
a.
Menikmati dan memanfaatkan karya sastra
untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan berbahasa.
b.
Menghargai dan membanggakan sastra
Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.
B.
Hakikat
Kajian Prosa Fiksi
1.
Pengertian
Kajian Prosa Fiksi
Kajian atau
pengkajian mempunyai pengertian penelaahan, atau pendidikan pengkajian terhadap
karya fiksi berarti penelaahan, penyelidikan atau mengkaji, menelaah,
menyelidiki karya fiksi tersebut. Untuk melakukan pengkajian terhadap unsure-
unsure pembentukan karya sastra, khususnya fiksi pada umumnya kegiatan itu
disertai oleh kerja analisis.
Kegiatan
analisis karya fiksi dalam hal ini tampil dengan mencoba menerangkan, misalnya
kaitan antara unsure yang satu dengan lainnya, unsure-unsur tertentu dalam
novel misalnya penokohan, latar, sudut pandang dan lain-lain.
Tujuan utama
kerja analisis kesastraan, fiksi, atau puisi adalah untuk dapat memahami secara
lebih baik karya sastra yang bersangkutan, disamping untuk membantu menjelaskan
pembaca yang kurang dapat memahami karya itu. Jadi, kerja analisis yang tak
jarang dianggap sebagai cirri khas kelompok akademik itu, bukan memahami
karya-karya kesastraan itu sebagai satu kesatuan yang padu dan bermakna, bukan
sekedar bagian demi bagian yang terkesan sebagai suatu perbincangan di atas.
Manfaat yang
akan terasa dari kerja analisis itu adalah jika kita membaca ulang karya-karya
kesastraan yang dianalisis. Namun, tentu saja analisis itu harus merupakan analisis
yang baik teliti, kritis, dan sesuai dengan hakikat karya satra.
7
2.
Perbedaan
Prosa Fiksi dan Non-Fiksi
Fiksi adalah
suatu karya sastra yang mengungkap realitas kehidupan sehingga mampu
mengembangkan daya imajinasi. Ada dua macam fiksi yaitu fiksi imajinatif yakni
fiksi berdasarkan imajinasi, dan fiksi ilmiah yakni fiksi berdasarkan analisis
ilmiah.
a.
Sifat Fiksi
1)
Segala sesuatu yang diungkapkam tidak
dapat dibuktikan sebenarnya dalam kehidupan sehari-hari, merupakan hasil rekaan.
2)
Semua tokoh, setting dan pokok persoalan
adalah realitas imajinatif bukan objektif.
3)
Kebenaran yang terjadi di dalam fiksi
adalah bukan kebenaran objektif melainkan kebenaran logis yaitu kebenaran yang
ada dalam penalaran.
4)
Manusia-manusia yang hidup dalam
kenyataan sehari-hari yang terlibat dalam seluruh aspek kehidupan penokohan
fiksi mampu mempengaruhi dan membentuk sifat dan sikap pembaca, pendengar,
pemirsa.
5)
Kebenaran logis fiksi menyebabkan setiap
fiksi selalu multiinterretabel, artinya setiap pembaca, pendengar, pemirsa
mempunyai tapsiran.
3.
Pendekatan Struktural Semiotik
Pendekatan
struktural, sering juga dinamakan pendekatan objektif, pendekatan formal, atau
pendekatan analitik, bertolak dari asumsi dasar bahwa karya sastra sebagai
karya kreatif memiliki otonomi penuh yang harus dilihat sebagai suatu sosok
yang berdiri sendiri terlepas dari hal-hal lain yang berada diluar dirinya.
Bila hendak
dikaji atau diteliti, maka yang harus dikaji adalah aspek yang membangun sastra
tersebut seperti tema, alur, latar, penokohan, gaya penulisan, gaya bahasa,
seperti hubungan antara aspek yang mampu membuatnya menjadi karya sastra.
Pendekatan
semiotik bertolak dari asumsi bahwa karya sastra memiliki suatu sistem sendiri,
yang memiliki dunianya sendiri, sebagai suatu realitas yang hadir atau
dihadirkan dihadapan pembaca yang didalamnya terkandung potensi komunikatif
yang ditandai dengan adanya lambang-lambang kebahasaan yang khas memiliki nilai
artistic dan dramatik.
8
C.
Hakikat
Cerita Pendek
1.
Pengertian
Cerita Pendek
Menurut kamus
istilah sastra yang diterbitkan oleh balai bahasa, cerpen adalah hiasan yang
member kesan tunggal yang dominan tentang satu tokoh dalam satu latar dan satu
situasi dramatik; cerpen. Cerpen harus memperhatikan kepaduan sebagai patokan
dasarnya.
Cerpen bisa
berupa masalah perkawinan, percintaan, tradisi, agama, persahabatan, sosial,
politik, pendidikan, dan sebagainya. Jadi tidaklah mengherankan jika seseorang
pembaca cerpen, maka sepertinya orang yang membacanya itu sedang melihat
miniature kehidupan manusia dan merasa sangat dekat dengan permasalahan yang
ada didalamnya. Akibatnya, sipembacanya itu ikut larut dalam alur dan
permasalahan cerita.
Sering pula
perasaan dan pikirannya dipermainkan oleh permasalah cerita yang dibacanya itu.
Ketika itulah si pembacanya itu akan tertawa, sedih, bahagia, kecewa, marah,
dan mungkin saja akan memuja sang tokoh atau membencinya. Yang disajikan dalam
bentuk bahasa yang tidak terikat oleh jumlah kata dan unsur musikalitas.
Bahasa yang
tidak terikat itu digunakan untuk menyampaikan tema atau pokok persoalan dengan
sebuah amanat yang ingin disampaikan berkenaan dengan tema tersebut.
Dapat
disimpulkan bahwa cerpen merupakan cerita pendek yang selesai dibaca hanya
dalam setengah hingga dua jam. Cerpen hanya menceritakan dua sampai tiga tokoh,
hanya ada satu peristiwa, dan hanya menimbulkan efek tunggal saja bagi pembaca.
Isi yang terkandung didalamnya disampaikan secara naratif dan bukan
argumentatif.
2.
Ciri-Ciri
Cerpen
Cerpen sangat berbeda dengan novel.
Dalam sebuah cerpen memiliki ciri-ciri tersendiri. Cerpen relatif lebih pendek
(sebab ada pula cerpen yang panjang).
9
Cerpen biasanya terdiri atas
1000-5000 kata, tetapi itu tidak terjadi ukuran yang mutlak. Cerpen biasanya
dapat dibaca selesai dalam sekali duduk. Dalam cerpen kesan tunggal dapat
diperoleh dalam sekali baca (caranya yakni dengan mengarahkan plot pada insiden
atau peristiwa tunggal) dalam cerpen tokoh jarang dikembangkan, karena langsung
ditunjukan karakternya. Karakter dalam cerpen lebih merupakan penunjukan
(revelation) dari pada perkembangan (development). Dimensi waktu dalam cerpen
terbatas. Cerpen biasanya membiarkan hal-hal yang dianggap tidak pokok. Cerpen
hanya mengungkapkan satu masalah tunggal dengan kata lain cerpen hanya
mengandung satu ide pusat. Pemusatan perhatian pada satu tokoh utama, pada
situasi tertentu.
3.
Unsur-Unsur
Cerpen
Cerpen merupakan sebuah prosa fiksi
yang dibangun oleh sejumlah unsur. Setiap unsure saling berkaitan, dan
menentukan satu sama lainnya. Karena keterkaitan itu pula, sebuah karya fuksi
menjadi sebuah karya sastra yang berstruktur dan bermakna.
Unsur-unsur pembangun fiksi dapat
dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu unsure intrinsic dan unsure ektrnsik.
Kedua unsure inilah yang sering bnyak di sebut para kritikus dalam rangka
mengkaji atau membicarakan karya sastra. Menurut sumarjo dan saini ( 1988:37 )
bahwa keutuhan sebuah cerpen dilihat dari segi-segi unsure yang membentuknya.
Ada berbagai istilah untuk
menyebutkan unsure-unsur pembangun prosa fiksi Stanton menyebutkan bahwa
elemen-elemen pembangun fiksi meliputi fakta cerita, sarana cerita, dan tema (
dalam suminto:18 ). Sedangkan sugiantoro ( 2007:23 ) menyebutkan bahwa unsure-unsur
yang membangun sastra meliputi unsure intrinsic dan unsure ekstrinsik tetapi
pada dasarnya kedua pendapat tersebut sama hanya istilahnya saja yang berbeda.
Fakta cerita yang dikemukakan oleh
Stanton meliputi plot, tokoh, dan latar, sarana cerita meliputi unsure judul,
sudut pandang, gaya dan nada. Tema merupakan makna cerita, gagasan sentral atau
dasar cerita.
10
Bandingkan dengan pendapat yang
dikemukakan oleh nurgiantoro yang menyebutkan bahwa pembagian unsur pembangun
fiksi meliputi unsur intrinsik dan unsur ektrinsik. Unsure intrinsic meliputi
tema, penokohan,plot, latar, sudut pandang penceritaan, dan bahasa atau gaya.
Mengenai unsure intrinsic dijelaskan oleh wellek dan warren ( dalam
nurgiantoro,2007:24 ) meliputi keadaan subjektifitas individu pengarang yang
memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang semuanya itu akan
mempengaruhi karya sastra yang ditulisnya. Disamping itu keadaan dilingkungan
pengarang seperti ekonomi, politik, dan sosial juga merupakan unsure ektrinsik.
Unsure ektrinsik yang lain misalnya pandangan hidup suatu bangsa, berbagai
karya seni, dan lain-lain.
Supaya penjelasan mengenai unsure-
unsure pembangun ini lebih terarah, mka akan di kemukakan penjabaran dari
pendapat yang dikemukakan oleh nurgiantoro, wellek serta warren yang membagi
unsure pembangun fiksi kedalam dua bagian, yaitu unsure intrinsic dan unsure
ektrinsik.
a)
Tema
Merupakan inti cerita secara keseluruhan. Dalam
pengertian sederhana suminto ( 1997: 118 ) menjelaskan bahwa makna cerita
adalah gagasan sentral atau dasar cerita. Tema merupakan dasar cerita atau
sebuah ide cerita yang ingin dikatakan pengarang terhadap pembaca, baik masalah
kehidupan, pandangan tentang kehidupan, maupun komentar terhadap kehidupan ini.
Masalah tema sering disamakan dengan pengertiannya
dengan tofik. Padalah kedua istilah tersebut memiliki pengertian yang berbeda.
Dalam hal ini diperlukan adanya kebebasan dalam menjelaskan pengertian tema.
Stanton dan Kenny mengungkapkan bahwa tema adalah makna yang dikandung oleh
sebuah cerita (dalam Nurgiantoro, 2007:67) sedangkan Sumadjo dan Saini (1988 :
56) menyembutkan bahwa tema adalah ide sebuah cerita.
11
Dalam hal pengertian tema dan tofik suminto (1997 :
118) menjelaskan bahwa tofik dalam suatu karya adalah pokok pembicaraan, sedang
tema merupakan suatu gagasan sentral, yakni sesuatu yang hendak diperjuangkan
dalam dan melalui tulisan atau karya fiksi. Jadi sangatlah jelas bahwa tofik
dan tema sangatlah berbeda.
Berdasarkan pendapat-pendapat yang telah dikemukakan di atas mengenai
tema dalam sebuah karya sastra, tema merupak idea tau gagasan santral, dasar
cerita, makna cerita yang hendak diperjuangkan dalam dan malalui tulisan atau
karya fiksi.
b)
Plot
Plot berarti
alur cerita fiksi yang menyajikan peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian
kepada pembaca tidak hanya dalam sifat kewaktuan tetapi juga dalam
hubungan-hubunganyang sudah diperhitungkan. (memiliki hubungan kausalitas).
Suminto (1997 : 18) mengemukakan bahwa plot atau alur cerita sebuah fiksi
menyajikan peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian kepada pembaca atau tidak
hanya dalam sifat kewaktuan atau temporalnya, tetapi juga dalam
hubungan-hubungan yang sudah diperhitungkan secara tertentu. Plot merupakan
unsur fiksi yang penting. Hal tersebut dijelaskan kejelasan plot, kejelasan
yang tentang antara peristiwa yang dikisahkan secara linear, akan mempermudah
pemahaman pembaca terhadap cerita yang ditampilkan. Kejelasan plot dapat
berarti kejelasan cerita, kesederhanaan plot berarti kemudahan cerita untuk
dimengerti. Sebaliknya, apabila plot sebuah karya fiksi komplek, ruwet, dan
sulit dikenali hubungan kautalitas antar peristiwanya, menyebabkan cerita
menjadi lebih sulit dipahami.
Istilah plot ini
banyak yang menyamakannya dengan jalan cerita seperti yang diungkapkan suminto.
Seumardjo dan Saini (1988 : 48) menjelaskan contoh popular untuk menerangkan
arti plot ialah raja mati disebut jalan cerita, tetapi raja mati karena sakit
hati adalah plot. Apa yang disebut plot dalam cerita memang sulit untuk dicari.
Plot bersembunyi dibalik jalan cerita, tetapi jarang cerita bukanlah plot.
Jalan cerita hanyalah manifestasi, bentuk wadah, bentuk jasmaniah dari plot
cerita. Plot memang harus dibedakan dengan jalan cerita. Namun orang sering
mengacaukan kedua pengertian tersebut.
12
Abrams (dalam
Nurgiayantoro: 113) menyetujui adanya
perbedaan antara jalan cerita dengan plot seperti yang dikemukakan Sumardjo dan
Saini, ia mengemukakan bahwa plot sebuah karya fiksi merupakan struktur
peristiwa-peristiwa, yaitu sebagaimana yang terlihat dalam pengurutan dan
penyajian berbagai peristiwa tersebut untuk mencapai efek emosional dan efek
artistik tertentu.
Dalam hal
perbedaan istilah jalan cerita dan plot, Suminto (1997 : 19) berpendapat bahwa
plot hendaknya diartikan tidak hanya sebagai peristiwa-peristiwa yang
diceritakan panjang lebar dalam suatu rangkaian tertentu, tetapi lebih
merupakan penyusunan yang dilakukan oleh penulisnya tentang peristiwa-peristiwa
tersebut berdasarkan hubungan-hubungan kausalitasnya.
Stanton dalam
Nurgiyantoro (2007 : 113) mengemukakan bahwa plot adalah cerita yang berisi
urutan kejadian, namun kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab-akibat,
peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa lain.
Kenny dalam Nurgiyantoro (2007 : 113) berpendapat bahwa plot adalah
peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat
sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa itu berdasarkan kaitan
sebab akibat. Pendapat senada diungkapkan foster dalam Nurgiyantoro (2007 :
113) bahwa plot adalah peristiwa-peristiwa cerita yang mempunyai penekanan pada
adanya hubungan kausalitas.
Plot dengan jaln
cerita memang berbeda satu yang lain, tetapi keduanya tidak terpisahkan. Suatu
kejadian ada karena ada sebabnya dan akibatnya. Yang menggerakkan kejadian
cerita tersebut adalah plot. Suatu kejadian baru dapat disebut cerita kalau di
dalamnya ada perkembangan.
Menurut Loba
dalam Aminudin ( 2002:84-85) gerak tahapan cerita menggambarkan seperti halnya
gelombang. Tahap tersebut yaitu:
1)
Eksposisi atau pemaparan adalah proses
pemberitahuan informasi yang diperlukan dalam pemahaman cerita. Tahap ini
dfisebut juga tahap perkenalan.
13
2)
Komplikasi atau intrik- intrik awal yang
akan berkembang menjadi konflik. Pada tahap ini dimunculkan tanda Tanya (
sejumlah pertanyaan) pada diri pembaca. Bagian ini berguna untuk merangsang
pembaca agar penasaran untuk mengetahui kelanjutan cerita.
3)
Klimaks merupakan titik intensitas
tertinggi dari komplikasi.
4)
Relevasi atau penyingkatan tabir atau
problema.
5)
Denauement atau penyelesaian merupakan
tahap akhir suatu cerita.
Sebuah plot akan berbeda-beda jenisnya apabila ditinjau dari segi yang
berlainan. Jika ditinjau dari segio penyusunan peristiwa yang membentuknya. Ada
plot kronologis atau progresif dan plot regresif atau flash back atau back
–tracking.
Jika ditinjau dari segi akhir cerita, dikenal adanya plot terbuka dan
tertutup. Di dalam terbuka cerita biasanya berakhir pada klimaks dan pembaca
dibiarkan untuk menentukan apa yang akan menjadi penyelesaian cerita.
Jika dilihat dari segi kualitasnya atau criteria jumlahnya, dikenal
adanya plot tunggal dan jamak atau plot sub-subplot. Plot tunggal apabila
cerita tersebuit hanya memiliki atau mengandung sebuah plot dan plot itu
bersifat primer. Plot jamak apabila cerita itu memiliki lebih dari sebuah plot
dan plot-plot utamanya juga lebih dari satu buah.
c)
Tokoh
dan penokohan
Setiap cerita khususnya cerpen tidak terlepas dari tokoh dan penokohan.
Tokoh merupakan pemeran penting dalam cerita. Tanpa tokoh rangkaian cerita
tyidak akan berkembang karena tokoh merupakan penggerak peristiwa.
Menurut Nurgiyanto (2007: 165) tokoh menunjuk pada orangnya, pada pelaku
cerita, misalnya sebagai jawaban terhadap pertanyaan: “ Siapakah tokoh utama
dalam cerpen itu?”.
Nurgiyantoro (2007:165) mengemukakan penokohan dan karakterisasi sering
juga disamakan artinya dengan karakter dan perwatakan, yakni menunjuk pada
penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak-watak tertentu dalam sebuah
cerita.
14
d)
Setting
dan Latar
Setting dalam
fiksi bukan hanya sekedar background, artinya bukan hanya menunjukkan tempat
kejadian dan harapan terjadinya.
Abrams
mengungkapkan bahwa latar atau setting disebut juga sebagai landas tumpu,
menyaran pada hubungan waktu dan lingkungan sosial, tempat terjadinya
peristiwa-[peristiwa yang diceritakan (dalam Nurgiyantoro,2007:216).
Latar dalam
karya fiksi tidak terbatas pada penempatan lokasi tertentu, atau sesuatu yang
bersifat fisik saja, melainkan pula berwujud tata cara, adat istiadat,
kepercayaan dan nilai-nilai yang berlaku ditempat yang bersangkutan.
Latar sebuah
karya fiksi tidak barangkali hanya berupa latar yang sekadar latar, berhubung
sebuah cerita memang membutuhkan landas tumpu, pijakan.
e)
Sudut
Pandang
Sudut pandang atau point of view tergolong kedalam sarana cerita. Sudut
pandang merupakan ketentuan yang dipilih pengarang yang akan berpengaruh sekali
dalam menentukan corak dan gaya cerita yang diciptakan.
Sudut pandang merupakan cara pandang yang dipergunakan pengarang sebagai
sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang
membentuk cerita dalam karya fiksi kepada pembaca ( Abrams dalam Nurgiyantoro,
2007:248).
Ada empat macam sudut pandang yang meliputi:
1)
Omniscient point of view (sudut pandang
yang berkuasa).
Disini pengarang
bertindak sebagai pencipta segalanya. Dia tahu segalanya. Ia bisa menciptakan
apa saja yang ia perlukan untuk melengkapi cerita sehingga mencapai efek yang
15
diinginkan. Ia bisa keluar masukan
para tokohnya. Ia dapat mengemukakan perasaan, kesadaran, jalan pikiran para
pelaku.
2)
Objective point of view
Di sini
pengarang hanya menceritakan apa yang terjadi, pengarang sama sekali tidak
memberi komentar apapun. Pengarang sama sekali tidak mau masuk kedsalam pikiran
para pelaku.
3)
Poin of view orang pertama.
Gaya bercerita
dengan sudut pandangan “ Aku” inilah kebanyakan yang kita jumpai dalam cerpen
Indonesia. Di sini pembaca seolah-olah membaca otobiografi dan bukan membaca
fiksi.
4)
Point of view peninjau.
Dalam teknik ini
pengarang memilih salah satu tokohnya untuk bercerita. Seluruh kejadian cerita
kita ikuti bersama tokoh ini. Tokoh ini bisa bercerita tentang pendapatnya atau
perasaannya sendiri. Lebih jelasnya teknik ini berupa pengalaman seseorang si
dia. Teknik ini sering disebut teknik orang ketiga yang pelakunya disebut dia,
tentu saja lengkap dengan namanya.
f)
Gaya
Gaya merupakan
cara khas seseorang dalam mengungkapan tulisannya. Peranan gaya dalam fiksi
merupakan suatu yang penting dan kompleks. Karena dalam gaya kita bisa melihat
seorang pengarang memilih tema, persoalan, meninjau persoalan kemudian
menceritakannya dalam sebuah cerita. Gaya dapat disebut juga cirri pribadi dari
seorangpengarang.
Menurut Suminto
(1997 : 110) gaya merupakan cara yang khas pengungkapan seoarang pengarang.
Gaya seorang pengarang tidak akan sama apabila dibandingkan dengan gaya
16
pengarang lainnya karena seorang
pengarang selalu menyajikan hal-hal yang berhubungan erat dengan selera
pribadinya dan kepekaan terhadap sesuatu yang berada disekitarnya.
Dalam pengertian
umum Abrams yang menyebut gaya dengan istilah stile/ style mengungkapkan bahwa
gaya merupakan cara pengungkapan dalam bahasa prosa atau bagaimana seorang
pengarang mengemukakan sesuatu yang akan dikemukakannya (dalam Nugiyantoro,
2002 : 276). Gaya ditandai oleh ciri-ciri formal kebahasaan seperti pilihan
kata, struktur kalimat, bentuk-bentuk bahasa piguratif penggunaan bahasa
piguratif, penggunaan kohesi, dan lain-lain. Ada tiga unsur yang terdapat dalam
gaya yaitu (1) unsur leksikal, (2) unsur gramatikal dan (retorika).
Unsur leksikal
atau diksi secara sederhana diartikan sebagai pilihan kata-kata yang dilakukan
oleh pengarang. Dalam kaitan ini, pengertian denotasi dan konotasi tidak boleh
diabaikan. Denotasi sebuah kata ialah arti kata itu yang sesuai dengan kamus,
sedang konotasi merupakan arti yang di asosiakan atau disarankan. Singkatnya
denotasi adalah arti lugas dan konotasi adalah arti khas.
Unsur gramatikal
menyaran pada pengertian struktur kalimat. Dalm gaya kalimat lebih penting dan
bermakna dari pada sekedar kata. Oleh karena itu dalam sastra pengarang mempunyai
kebebasan penuh dalam mengkreasikan bahasa. Adanya berbagai bentuk penyimpangan
kebahasaan, termasuk penyimpangan struktur kalimat merupakan hal yang wajar dan
sering terjadi.
Retorika
merupakan suatu cara penggunaan bahasa untuk memperoleh efek estetis. Ia dapat
diperoleh melalui kreatifitas pengungkapan bahasa, yaitu pengarang menyiasati
bahasa sebagai sarana untuk mengungkapkan gagasannya.
17
D. Hakikat Pendekatan Struktural Semiotik
Pendekatan struktural dipelopori oleh kaum Formalis Rusia dan
Strukturalisme Praha. Ia mendapat pengaruh langsung dari teori Saussuru yang
mengubah studi linguistik dari pendekatan diakronik ke sinkronik. Studi
linguistik tidak lagi ditekankan pada sejarah perkembangannya, melainkan pada
hubungan antar unsurnya. Masalah unsur dan hubungan antar unsur merupakan hal
yang penting dalam pendekatan ini.
Sebuah karya sastra fiksi atau puisi, menurut kaum Strukturalisme adalah
sebuah totalitas yang dibangun secara koherensif oleh unsure pembangunnya.
Di akhir abad ke 19 filsuf Amerika Charles Sanders Peirce memulai sebuah
studi yang dinamakannya “Semiotik” dan dalam bukunya COURSE IN GENERAL
LINGUISTICS (1915) linguis Swiss Ferdinand de Saussure tanpa mengetahui ide
Peirce tersebut mengusulkan sebuah ilmu (a science) yang disebutnya
“Semiology”. Sejak itu semiotika dan semiologi telah menjadi nama-nama
alternatif bagi sebuah ilmu umum tentang tanda-tanda (a general science of
signs), seperti yang terdapat dalam semua pengalaman manusia. Menurut ilmu ini
pemakaian tanda tidak terbatas pada system komunikasi yang eksplisit seperti
bahasa, kode morse dan tanda serta signal lalulintas. Beragam aktivitas dan
produksi manusia lainnya – postur dan gerak badan kita, ritual sosial yang kita
lakukan, pakaian yang kita pakai, makanan yang kita sajikan, bangunan tempat
kita tinggal – mengandung “arti” yang dimengerti oleh anggota-anggota dari
kebudayaan tertentu, makanya bisa dianalisis sebagai tanda-tanda yang berfungsi
dalam berbagai jenis signifikasi. Walaupun studi tentang bahasa (pemakaian
tanda-tanda verbal) dianggap hanya sebagai satu cabang semiotika, linguistik
yang merupakan ilmu tentang bahasa yang sangat berkembang menyediakan metode
dan peristilahan dasar yang dipakai oleh seorang semiotikus dalam mempelajari
semua system tanda sosial lainnya. C.S.
Pierce membedakan tiga kelas tanda, yang didefinisikannya dalam konteks jenis
hubungan antara item yang menandakan dan yang ditandakan:
1.
Ikon
Ikon berfungsi
sebagai tanda melalui persamaan inheren, atau unsur-unsur yang dimiliki
bersama, dengan apa yang ditandakan. Contoh-contohnya adalah persamaan antara
sebuah potret
18
dengan manusia yang digambarkannya
atau persamaan antara sebuah peta dengan wilayah geografis yang diwakilinya.
2.
Indeks
Indeks
adalah sebuah tanda yang memiliki hubungan kausal dengan apa yang ditandakan.
Jadi asap merupakan tanda yang mengindikasikan api, dan sebuah alat petunjuk
arah angin mengindikasikan arah angin berhembus.
3.
Simbol
Simbol atau dengan
istilah yang kurang ambiguitas “tanda sebenarnya”. Hubungan antara item penanda
dan apa yang ditandakan bukanlah sebuah hubungan yang alami, tapi merupakan
sebuah konvensi sosial. Gerakan berjabat tangan misalnya dalam banyak
kebudayaan merupakan tanda konvensional untuk sapaan ataupun persiapan dan
lampu lalulintas berwarna merah secara konvensional menandakan “Berhenti!”
contoh paling utama dan paling kompleks dari tipe tanda ketiga ini adalah
kata-kata yang membentuk sebuah bahasa.
a.
Definisi Semiotik menurut Para Ahli
Sebagai ilmu
semiotika berfungsi untuk mengungkapkan secara ilmiah keseluruhan tanda dalam
kehidupan manusia, baik tanda verbal maupun nonverbal. Sebagai pengetahuan
praktis, pemahaman terhadap keberadaan tanda-tanda, khususnya yang dialami
dalam kehidupan sehari-hari berfungsi untuk meningkatkan kualitas kehidupan
melalui efektifitas dan efisiensi energy yang harus dikeluarkan. Memahami
sistem tanda, bagaimana cara kerjanya, berarti menikmati suatu kehidupan yang
lebih baik. Konflik, salah paham dan berbagai perbedaan pendapat diakibatkan
oleh adanya perbedaan penafsiran terhadap tanda-tanda kehidupan.. disitu pihak
ilmuan sosial mencoba memecahkan masalah sosial yang terjadi dengan cara
menemukan latar belakangnya, sekaligus memecahkan secara teoretis misalnya
dengan teori konflik. Di pihak yang lain, ia juga dapat memecahkannya melalui
semiotika misalnya interaksi sosial. Tujuannya yang dicapai sama, yaitu
mengatasi konflik suatu masyarakat tertentu.
Dick Hartoko memberi
batasan bahwa semiotika adalah bagaimana karya itu ditafsirkan oleh para
pengamat dan masyarakat lewat tanda-tanda dan lambang-lambang.
Luxemburg mengatakan bahwa semiotic
adalah ilmu-ilmu secara sistematis mempelajari tanda-tanda dan lambang-lambang.
19
Aart van Zoest
mendefinisikan semiotika adalah ilmu tentang tanda-tanda dan segala yang
berhubungan dengannya.
Sujadi Wiryaatmaja
mengatakan banwa semiotic adalah ilmu yang mengkaji kehidupan tanda dan
maknanya yang luas di dalam kehidupan masyarakat baik yang lugas maupun yag
kias.
E. Anggapan Dasar
Seorang
penyelidik mungkin meragukan sesuatu anggapan dasar orang lain diterima sebagai
kebenaran. Dari contoh kehidupan sehari-hari orang yang berkata bahwa menurut
Prof. Dr. Winanto Surakhamd M.Sc.Ed. anggapan dasar atau postulat adalah sebuah
titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima oleh penyelidik. Setiap
penyelidik dapat merumuskan postulat orang yang banyak makan akan menjadi
gemuk. Yang akan dibalik ucapan itu adalah suatu anggapan bahwa semua yang
dimakan orang tentu dapat dicerna, kemudian berubah menjadi otot dan lemak.
Inilah sebabnya maka orang menjadi gemuk.
Jadi anggapan
dasar adalah sesuatu yang diyakini kebenarannya oleh peneliti yang akan
berfungsi sebagai hal yang digunakan untuk tempat berpijak bagi peneliti di
dalam melaksanakan penelitiannya dalam pembuatan anggapan dasar yang harus
diperhatikan adalah:
1.
Membaca buku
2.
Mendengarkan berita
3.
Berkunjung ke tempat objek penelitian
4.
Dengan mengadakan abstraksi
Manfaat dalam pembuatan anggapan
dasar adalah:
1.
Ada pijakan berpikir yang kokoh
2.
Untuk mempertegas variabl
3.
Guna menentukan dan merumuskan hipotesis
20
F. Hipotesis
Secara etimologi
hipotesis berasal dari dua suku kata yaitu “Hypo” yang berarti lemah dan “thesis” yang berarti pernyataan. Hipotesis berarti sebuah
pernyataan yang lemah, atau kesimpulan yang belum final, masih harus diuji atau
dibuktikan kebenarannya. Menurut Kerlinger (2004:30) hipotesis adalah
pernyataan dugaan tentang hubungan antara dua variable atau lebih.
Menurut Donal
Ary, et.al (1985:76) ada dua alasan
yang mendasarinya yaitu:
1.
Hipotesis yang baik menunjukan bahwa
peneliti memiliki ilmu pengetahuan yang cukup dalam kaitannya dengan
permasalahan.
2.
Dengan hipotesis dapat memberikan arah
dan petunjuk tentang pengambilan data dan proses interprestasinya.
Good dan Scates
(1954) menyatakan bahwa hipotesis adalah sebuah taksiran atau referensi yang
dirumuskan serta diterima untuk sementara yang dapat menerangkan fakta-fakta
yang diamati ataupun kondisi-kondisi yang diamati dan digunakan sebagai
petunjuk untuk langkah-langkah selanjutnya.
Jadi hipotesis,
secara sederhana merupakan dugaan yang diharapkan terjadi dalam penelitian.
a.
Kegunaan Hipotesis
Kegunaan hipotesis antara lain:
1)
Hipotesis memberikan penjelasan
sementara tentang gejala-gejala serta memudahkan perluasan pengetahuan dalam
suatu bidang
2)
Hipotesis memberikan suatu pernyataan
hubungan yang langsung dapat diuji dalam penelitian
3)
Hipotesis memberikan arah kepada
penelitian
4)
Hipotesis memberikan kerangka untuk
melaporkan kesimpulan penyelidikan
b.
Jenis-jenis Hipotesis
Hipotesis dapat
dibedakan berdasarkan penempatannya dan berdasarkan rumusannya. Adapun
jenis-jenis hipotesis dijelaskan berikut ini.
21
1)
Berdasarkan Penempatannya
Berdasarkan penempatan
atau posisinya, hipotesis dibedakan menjadi dua yaitu hipotesis penelitian dan
hipotesis statistik. Kedua hipotesis tersebut diuraikan sebagai berikut:
a)
Hipotesis Penelitian
Hipotesis
penelitian biasanya ditempatkan pada bab ke dua atau studi kepustakaan setelah
kajian teori yang dinyatakan dalam bentuk kalimat. Hipotesis penelitian pada
umumnya sama banyaknya dengan perumusan masalah penelitian yang telah
ditetapkan, karena hipotesis ini sifatnya hanya sebagai jawaban sementara
terhadap rumusan masalah. Misalnya, terdapat hubungan yang positf dan
signifikan antara motivasi berprestasi dengan hasil belajar matematika siswa.
b)
Hipotesis Statistik
Hipotesis
statistic biasanya ditempatkan pada bagian akhir bab ketiga atau bab yang
berkaitan dengan analisis data. Hipotesis ini dinyatakan dalam bentuk symbol
statistic. Hipotesis statistic hanya bekerja dengan menggunakan sebagian data
yang diambil dari populasi maka tidak perlu ada hipotesis statistic. Hipotesis
statistic bertujuan untuk menguji hipotesis penelitian dengan menggunakan data
yang diambil sebagian dari populasi atau data sampel yang hasilnya diberlakukan
pada populasi.
2)
Berdasarkan Rumusannya
Berdasarkan
rumusannya dalam suatu penelitian, hipotesis dibedakan menjadi dua yaitu
hipotesis nol (null hypotheses) dan hipotesis kerja (alternative hypotheses).
Kedua jenis hipotesis ini diuraikan sebagai berikut.
a)
Hipotesis Nol
Hipotesis nol
menyatakan tidak adanya hubungan atau perbedaan antara variable dengan variable
lain atau tidak adanya pengaruh variable terhadap variable lain. Hipotesis nol
biasanya disingkat H0.
Contoh :
(1) Tidak
terdapat hubungan yang positif antara iklim belajar dengan prestasi belajar.
(2) Tidak
terdapat pengaruh langsung konsep diri terhadap motivasi berpretasi.
22
(3) Tidak
terdapat perbedaan achievement goals
antara mahasiswa yang diajar menggunakan metode diskusi dengan metode ceramah.
b)
Hipotesis Kerja atau Alternatif
Hipotesis kerja
atau disebut juga sebagai hipotesis alternative menyatakan adanya hubungan
antara variavel dengan variable lain atau adanya pengaruh variable terhadap
variable lain. Hipotesis alternative biasanya disingkat dengan Ha atau Hi.
Contoh :
(1) Terdapat
huungan yang positif antara iklim belajar dengan prestasi belajar.
(2) Terdapat
pengaruh langsung konsep diri terhadap motivasi berprestasi.
Terdapat perbedaan achievement goals antara mahasiswa yang
diajar menggunakan metode diskusi dengan metode ceramah.
3)
Cirri-ciri hipotesis yang baik
a)
Hipotesis harus mempunyai daya penjelas
b)
Hipotesis harus menyatakan hubungan yang
diharapkan ada di antara variable-variable.
c)
Hipotesis harus dapat diuji
d)
Hipotesis hendaknya konsitensis dengan
pengetahuan yang sudah ada.
e)
Hipotesis hendaknya dinyatakan sederhana
dan seringkas mungkin.
4)
Menggali dan merumuskan hipotesis
Dalam
menggali hipotesis, peneliti harus :
a)
Mempunyai banyak informasi tentang
masalah yang ingin dipecahkan dengan jalan banyak membaca literature-literatur
yang da hubungannya dengan penelitian yang sedang dilaksanakan.
b)
Mempunyai kemampuan untuk memriksa
keterangan tentang tempat-tempat, objek-objek serta hal-hal yang berhubungan
satu sama lain dalam fenomena yang sedang diselidiki.
c)
Mempunyai kemampuan untuk menghubungkan
suatu keadaan dengan keadaan lainnya yang sesuai dengan kerangka teori ilmu dan
bidang yang bersangkutan.
Good dan scates memberikan beberapa sumber
untuk menggali hipotesis :
23
(1)
Ilmu pengetahuan dan pengertian yang
mendalam tentang imlu
(2)
Wawasan serta pengertian yang mendlam
tentag suatu wawasan
(3)
Imajianasi dan anga-anga.
(4)
Materi bacaan literature.
(5)
Pengetahuan kebiasaan atau kegiatan
dalam daerah yang diselidiki.
(6)
Data yang tersedia.
(7)
Kesamaan.
Sebagai kesimpulan, maka beberapa petunjuk
dalam merumuskan hipotesis dapat diberikan sebagai berikut :
(a)
Hipotsis harus dirumuskan secara jelas
dan padat serta spesifik.
(b)
Hipotesis sebaiknya dinyatakan dalam
kalimat deklaratif dan berbentuk pernyataan.
(c)
Hipotesis sebaiknya menyatakan hubungan
antara dua atau lebih variable yang dapat diukur.
(d) Hendaknya dapat diuji.
(e) Hipotesis
sebaiknya mempunyai kerangka teori.
BAB III METODE
PENELITIAN
A.
Metode
Penelitian
Adapun
penelitian yang dilakukan penulis yaitu dengan menggunakan metode deskriptif.
Penulis akan mendeskripsikan data untuk menemukan unsur-unsurnya. Studi untuk
menyusun makalah ini berupa pencarian referensi dari beberapa buku yang dapat
dijadikan acuan untuk menggali informasi yang actual dan tetap berpegang pada
prinsip refresentatif. Selain berbagai buku apresiasi dan kajian prosa, penulis
juga menggunakan media maya untuk mencari data yang relevan dengan pembuatan
makalah.
B.
Variabel
Penelitian
Variabel
penelitian ini terdiri atas dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel
terikat. Variabel bebas yaitu vriabel yang mempengaruhi pembelajaran. Variabel
terikat yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas.
C.
Teknik
Pengumpulan Data
Untuk memperoleh
data, penulis menggunakan studi pustaka, yaitu teknik yang digunakan untuk
memperoleh bahan penunjang yang berhubungan dengan permasalahan.
D.
Sumber
Data
Objek yang
diteliti adalah Cerpen “Undangan Menari” karya taufan sukma, dalam antologi
cerpen yang berjudul “Undangan Menari” yang diterbitkan SYARIKAT INDONESIA,
Yogyakarta, 2006. Cerpen “Undangan Menari’ ini berada pada halaman 104-121.
Cerpen ini merupakan cerpen pertama yang disuguhkan dalam bahasa indonesia.
E.
Instrumen
Penelitian
Instrument yang
digunakan dalam penelitian ini adalah (1) silabus, (2) RPP, (3) Instrumen
Kriteria Penelitian untuk proses hasil belajar, (4) Pedoman wacana.
25
Dari ketiga
instrument tersebut, penulisa akan menjabarkan satu persatu, RPP (Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran) yaitu sebuah rangkaian pembelajaran yang akan penulis
lakukan dalam proses pembelajaran.
Instrument
criteria penilaian dan proses belajar merupakan satu pedoman untuk mengetahui
kegiatan pembelajaran. Pedoman wawancara adalah sejumlah pertanyaan yang
penulis susun untuk mengetahui respon siswa dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran.
F.
Langkah-langkah
Penelitian
Langkah-langkah
penelitian yang penulis laksanakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.
Tahap perencanaan
2.
Tahap pelaksanaan tindakan
3.
Deskripsi hasil tindakan
4.
Refleksi
G.
Analisis
dan Pengolahan Data
Dalam mengolah
data pada penelitian ini, penulis mengolah dan menganalisis data penelitian
yang mengacu pada penelitian kualitatif dengan langkah-langkah sebagai berikut.
1.
Mengklasifikasikan data
2.
Mengkoding data
3.
Menganalisis dan memprsentasikan data
4.
Menafsirkan data
5.
Menjelaskan dan menyimpulkan hasil
penelitian
H.
Waktu
dan Tempat Penelitian
Penulis
melaksanakan penelitian ini di SMA 6 Tasikmalaya, tepatnya pada kelas XI A
tahun ajaran 2012/2013. Penelitian ini dilaksanakan November sampai Desember
2012.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Kajian
Cerita Pendek Undangan Menari Karya Taufan Sukma dengan Menggunakan Struktural
Semiotik
1.
Lapis
Bentuk
a.
Satuan
Peristiwa
UNDANGAN MENARI
1)
Namanya
sederhana, Gendhis. Nama itu cukup mewakili wajahnya yang manis. Sehingga
banyak Gus-Gus kolega bapaknya yang sudah tertarik melamar sekalipun simanis
belum begitu matang. Manis wajah Gendhis mungkin diturunkan dari ibunya, Sulis.
Dulu si ibu seorang santriwati yang sempat menjadi pujaan para santri, sebelum
Gusnur, sang Guru menikahinya di usia yang baru belasan tahun “pernikahan ini
tak lain kecualiuntuk mencari berkah Tuhan”. Sebuah kalimat yang teramat sering
diceritakan kembali oleh Sulis pada Gendhis sebagai sebuah hal yang paling
romantic dalam hidupnya, manakala Gendhis beranjak tidur. Dalam usia yang belum
mematang, Gendhis tak tahu apa artinya cerita ibunya, yang kadang-kadang lebih
bertindak sebagai kakaknya itu.
2)
Semua berjalan
baik-baik saja sampai suatu saat yang tak di duga-duga dating seperti senjakala
dan senjakala itu datang dari sebuah surat panggilan dari kelurahan untuk
menghadap esok hari pukul delapan.
“Nek
dikon nari maneh ojo gelem. Ojo nganti gelem. Bapa ora bakal ridho. Ora bakal
tak pangestoni. Arep dideleh ngendi raine bapak iki? Ngisin-ngisini. Wong anake
Gusnur, kyai sing duwe pasantren gede, ko megal-megol, njogat-njoget neng
ngarepe wong akeh. Dosa kowi. Tur opo kowe ora isin karo Gus Ilham, bakal
bojomu? Wong sesasi engkas wis arep dilamar ko sih nari wae. Pokoke ojo gelem”
Itu
dosa, dan lagi apa kamu tidak malu dengan Gus Ilham, calon suamimu? Sebulan
lagi sudah mau dilamar kok masih menari saja. Pokonya jangan mau.)
3)
Gendhis memang
suka menari. Sangat suka. Gandrung tempatnya. Dia seakan menemukan dirinya yang
bebas, dirinya yang merdeka, saat menari. Satu hal yang dia tidak temukan dalam
setiap aturan dan ajaran pesantren. Dan kegandrungan itu yang membuatnya tak
acuh terhadap semua larangan orang tuanya saat dia pamit hendak menari. Hanya
sesekali saja ibunya sedikit mau mengerti. (Tidak sulit kiranya bagi Sulis
untuk sejenak mengingat bagaimana kondisinya sendiri saat tujuh tahun silam,
untuk mencoba kengototan Gendhis, anak semata wayangnya untuk menari). Gendhis
akan tetap menari dengan atau tanpa ijin orangtuanya. Ada dua tarian yang
sangat dia suka dan hapal. Tari lumbung desa dan tari genjer-genjer. Adalah
pengalaman yang tak terlupakan ketika
setahun yang lalu dia di undang untuk menari dibalai kota. Saat itu tepat pada
hari ulang tahunnya yang ketiga belas. Saat itu dengan penuh semangat dia menceritakan
pengalaman itu kepada semua orang. Yang dijumpainya setelah usai menari. Dan
kini dia dipanggil kelurahan. Bapaknya yang mengira itu adalah undangan untuk
menari dengan tegas mewanti-wanti agar tidak berangkat.
4)
Tapi gendhis
tetap berangkat. Sampai dia tahu bahwa panggilan kelurahan itu bukanlah untuk
menawarinya menari lagi.
5)
“sini duduk dahulu”
kata pak Lurah “ini segera diisi terus dikumpulkan. Di tumpuk disini sekalian
menunggu teman-teman lainnya”.
6)
Entah kenapa suasana terasa begitu tegang. Tidak ada yang mencoba bicara
seorang pun. Semua diam.
28
7)
Kemudian
beberapa orang terlihat dating, dan mereka adalah teman-teman Gendhis menari.
Hati Gendhis pun agak tentram. Tapi ketegangan tidak juga bisa terusir dari
ruangan itu. Mereka juga tidak berani saling menyapa apalagi berbincang. Semua
diam. Sampai terkumpul sejumlah kantor kelurahan. Truk itu kosong. Hanya ada
serombongan orang seragam yang belakangan baru diketahui Gendhis bahwa mereka
anggota CPM.
8)
Suasana sempat
sedikit gaduh sampai seorang CPM itu masuk ruangan dengan cukup keras tepat di
depan pintu. Dan suasana kembali hening. Rasa tentram kembali hilang dari hati
Gendhis. Satu persatu nama di panggil dan di suruh naik ke truk. Tak ada apapun
yang bisa di baca dari raut muka Gendhis. Hanya mata yang sedikit memerah namun
pandangannya terlihat kosong. Seketika dikepala Gendhis terbayang sosok tegap
tak begitu tinggi, memakai sorban. Sosok bapaknya, umurnya kisaran empat puluh
lima tahunan: hampir setengah abad. Sosok itu berkata, “pokoke ojo gelem!”
“Kamu pernah ikut-ikutan merakit
pistol?”
Mboten, pak.
“Benar?”
Saestu,
pak.
“Sering ikutan menari?”
Nggih
tumut…
“Dimana saja?”
Teng
dusun kulab, pak. Teng dusun tetanggi gih tumut.
( Di desa saya pak. Di desa tetangga juga )
( Di desa saya pak. Di desa tetangga juga )
29
9)
Sebuah tamparan
telak mengenai pipi kiri Gendhis. Gendhis kaget setengah mati. Rasa panas di
pipinya tidak apa-apa disbanding keka getarnya. Dan itu adalah pembuka dari tamparan-tamparan
berikutnya. Namun tak ada yang meleleh dari mata lentik Gendhis. Setetes pun
tak ada. Hanya beberapa tetes yang meleleh dan bukan pada mata, melainkan dari
hidung dan bibirnya. Bukan air yang bening melainkan cairan yang berwarna
merah.
10)
Serombongan
orang termasuk Gendhis, telah mengambil jatahnya. Beberapa dari mereka telah
mengambil napas panjang lega mungkin terbayang bahwa drama telah usai. Tapi
tidak, rombongan itu lalu digiring ke sebuah kamar kosong. Dipisah antara
laki-laki dan perempuan, dimasukan pada ruang yang juga terpisah. Di suruh
baris. Masing-masing orang dijaga tiga empat petugas CPM. Lalu semua orang
disuruh melepas seluruh baju mereka. Semua bugil. Beberapa ada yang menolak dan
harus kembali mengambil jatah tamparan, sebelum akhirnya baju mereka di lepas.
Putus tali kutang. Robek celana dalam. Bugil semua.
11)
Mereka tak henti
berkeliling. Mencari cap gerwani, kata para petugas itu. Mereka sambil
berkeliling sambil tangan tak henti hampir di payudara atau kemaluan tahanan.
Sesekali sundutan rook atau pecutan menyapa paha, lengan atau punggung Gendhis
bergeming. Diam saja. Wajahnya juga teramat datar dalam situasi seperti itu.
Hanay sesekali wajah putih mungil itu mengernyit aneh tat kala tubuh mungilnya
yang mulai ramun itu diraba-raba sedemikian rupa oleh tangan-tangan kekar tak
dikenalnya. Dan adegan itu selesai juga setidaknya untuk kali ini. Jarum jam
menunjuk angka empat. Hari mulai petang.
30
12)
Hari-hari
kemudian pada akhirnya adalah hari-hari yang berulang. Tamparan yang berulang,
pertanyaan yang berulang. Sehingga Gendhis menjadi begitu hapal jawaban yang
harus dia jawab sesuai dengan keinginan mereka. Seringkali kalimat-kalimat
Gendhis melafalkannya sebelum tidur.
13)
Sebagaimana
hari-hari biasanya, pada suatu pagi Gendhis dan para tahanan wanita lainnya
disuruh berbaris di lapangan. Nama-nama disebutkan. Rupanya ada pengecekan
ulang tahanan karena ada pergantian kepala sipir. Pak Rahmat, nama kepala sipir
baru yang bertugas menjaga blok –F- tiga, blok dimana Gendhis ditahan nama itu
takan pernah mampir dalam ingatan Gendhis, sampai suatu saat sebuah peristiwa
terjadi saat namanya di panggil dan Gendhis menjawab memberi mengacungkan
tangan, kepala sipir itu mendekat. “Anna
barang apik ta jebelu” ( Ada barang bagus rupanya ) Kalimat itu meluncur
dari bibir berkumis tebal itu sembari tangan kekarnya menepuk pantat Gendhis
dengan keras.
14)
Setelah kejadian
itu, semua kembali ke semula, tak ada bedanya. Berkumpul di ruang pemerikasaan.
Diteranjangi, digeranyangi, disundut, ditanyai,dibentak-bentak, tak ada
bedanya. Sampai tiba-tiba seseorang dari sipir itu berkata “ Laku kowe netuk!” (laku kamu nak!). seringal wajahnya itu di
susul pelintiran keras di putting Gendhis. Teramat keras sedemikian keras
sehingga untuk pertama kalinya dalam tahanan, Gendhis menangis. Gendhis
menangis meraung keras sembari memegang putingnya yang membiru saat kumpulan
sipir itu pergi keluar ruangan sambil tertawa.
31
15)
Tak lama setelah
itu pak Rahmat Masuk ruangan. Gendhis tak peduli. Gendhis lebih peduli pada
sakit yang teramat sanagt pada putting payudaranya yang kini membiru. Namun
seketika Gendhis menjadi peduli manakala dilihatnya pak Rahmat meninggalkan seragamnya satu persatu.
Seringai senyum di bibirnya yang berkumis terlihat dingin, namun Nampak jelas
memendam berahi. Lalu pakaian yang melekat di tubuh laki-laki itu semuanya
tanggal. Yang tertinggal hanyalah singlet. Sebuah pemandangan yang tentunya tak biasa bagi Gendhis. Sebuah benda besar
menengadah dengan jumawanya. Penis itu menenggang , laki-laki itu merangsek tak
ada yang bisa dilakukan Gendhis selain meronta dan berontak . Sekalipun dia
sadar bahwa tenaganya makin lama makin habis. Terus berontak terus meronta.
Tetapi ada yang terasa lain di selangkangannya. Seperti hasrat ingin kencing.
Tapi ini beda dan tatkala keperawanannya hanya kurang sekali rengkuh saja
tercabut darinya, laki-laki itu memekik “asu”
lalu laki-laki itu meludahi Gendhis.
16)
Gendhis awalnya tidak menyadari apa yang terjadi, baru kemudian ketika
laki-laki biadab itu pergi
meninggalkannya. Gendhis baru sadar apa yang sedang ditimpanya, ia
menstruasi. Dan kelak kemudian, menstruasi itu tidak berhenti selama 4 bulan.
Mungkin siksaan yang dialaminya membuat menstruasinya dating dengan sangat
menyakitkan dan begitu lama.Tapi menstruasi itu pula yang menyelamatkannya dari
upaya pemerkosaan setidaknya untuk sementara.
17)
Setelah kejadian itu Gendhis makin pendiam tak ada lagi tawa, tak ada lagi
tangis,cukup senyum sekadarnya. Hampir tak ada yang mampu mengajaknya
berbincang.. Yang ada hanyalah dialog-dialog seadanya dalam rutinitas
keseharian penghuni tahanan. Kalau ada pun yang bisa membuat Gendhis bisa
sedikit membuka suara itu hanya kepada satu orang.
32
Romo Gagas, dia
salah satu pengurusDiakonia. Lembaga social milik jemaah katholik , sekaligus relawan yang menyalurkan bantuan
secara rutin kepada para tahanan seperti Gendhis. Sabun , handuk, dan kebutuhan
sehari-hari, para tahanan dipasok setiap dua minggu sekali.
18)
Romo Gagas mengenal Gendhis ketika pertama kali memberikan bantuan,
hampir semua tahanan tersebut. Sedang Gendhis dengan pandangan kosongnya tetap
mematut diri diujung kamar. Sejak saat itu Romo Gagas mulai perhatian dengan
Gendhis. Selalu mengajaknya berbincang sekalipun sering tidak dihiraukan oleh
Gendhis. Romo juga yang selalu menemani Gendhis tak kala jatah kunjungan
Gendhis selalu berakhir hampa. Ya, tak pernah ada yang menjenguk Gendhis.
19)
Lagi-lagi hari-hari ditahanan adalah hari-hari yang selalu, terus dan
terus menerus berulang. Penerayangan, penelanjangan, penyiksaan, segepok
pertanyaan dan jawaban yang telah hafal diluar kepala. Selalu berulang. Selalu
dan selalu. Hanya stu adegan yakni percobaan pemerkosaan oleh kepala sipir yang
tidak berulang. Gendhis yang membatu jiwanya, setidaknya masih mau mengucap
rasa syukur kepada Tuhan untuk hal yang satu itu. Namun jiwanya yang membatu
itu perlahan mulai mencair, oleh segala perhatian Romo Gagas dan
kawan-kawannya, bagai segarnya percik air pegunungan yang mampu menggerus batu
sebesar apapun.
20)
Tiga belas tahun sudah Gendhis
dalam tahanan. Hari-hari yang berulang tetap saja berulang, menggerus waktu
yang seakan makin suram. Tapi setidaknya keberulangan itu dirasakan Gendhis
sedikit berbeda. Setidaknya Romo Gagas mampu memaksanya untuk memperbanyak
kata-kata yang diucapkan tiap harinya. Derai tawa juga sesekali terdengar.
Senyumpun semakin sering mengembang. Meski tak jarang pula Gendhis murung dan
mematung.
33
21)
Tapi rentetan pemeriksaan seperti tidak ada habisnya. Seperti hanya
itulah hal-hal yang masih selalu membuat hati Gendhis agak kecut. Apapun bisa
terjadi dalam sebuah pemeriksaan. Sampai suatu saat…
”
Kowe pengen bebas?”
Gendhis
diam saja dan secara otomatis beberapa tamparan menyapa pipinya.
“
Kowe pengen bebas,ora?”
Gendhis
tetap diam. Tamparan dan tamparan kembali menyapa.
“Asu!
Kowe bisu ? nantang kowe?!”
Seketika tangan-tangan
kekar itu berebut membetot segala
pakaian yang digunakan Gendhis. Daster, beha, celana dalam, habis sudah. Bugil.
Gendhis diam saja. Bukan yang pertama kalinya memang. Hal seperti itu sudah
menjadi bagian dari kehidupan yang dijalaninya.
22)
Dari belakang
terdengar suara berisik, “kamu mau bebaskan, ndhuk?” sepertinya suara itu taka
sing. Cukup lama terpendam dalam ingatan namun tercetak teramat jelas. Sama sekali tuk terlupakan.
Namun sebelum Gendhis mengingat-ngingat, sejulur tangan sudah menggaet puting
susunya dari belakang lewat celah ketiaknya. Sedang sebilah tangan lagi terasa
mulai memainkan bulu-bulu kemaluannya. Sejulur kemudian kumis tebal sudah
hinggap dan dengan ganas mencumbu tengkuknya. Gendhis hanya diam dan perlahan
menangis. Tak keras. Hanya sesenggukan, sedikit tertahan. Dalam pandangan yang
mulai berkunang-kunang, dia masih bisa melihat pase sipir itu melucuti
seragamnya. Selepas itu, Gendhis tak ingat lagi. Dia hanya merasa dirinya
menjadi sajian sesembahan yang dipersembahkan pada sang raja. Manakala raja
telah puas dan kenyang, maka sisanya dilahap habis oleh prajuritnya.
Selebihnya, hanya satu yang dikeluhkan Gendhis sakit teramat diselangkangannya.
“Gendhis
mau pulang kemana?” tanya romo Gagas.
“rumah,”
jawab Gendhis. Singkat.
34
“tak
ada yang menjemput?”
Gendhis
tidak menjawab.
“maaf.
Tapi kalau ada apa-apa, jangan sungkan-sungkan datang ke asrama.”
Gendhis
melangkah ke arah barat. pulang.
“Gendhis…”
Gendhis
berhenti tak menengok.
“perlu
aku antar?”
Gendhis
tak menjawab. Langsung melanjutkan langkahnya. Pulang.
23)
Pintu kamar di buka
dengan cepat. Cukup mengagetkan. Seorang laki-laki tua yang mulai kehilangan
tegap hidupnya mengeluarkan suaura serak. “berapa kali kau melayani para sipir
itu?”
24)
Gendhis diam.
Tak menengok. Hanya mata yang sesaat melotot. Lalu nanar dan memerah. Tak ada
tetes air atau bahkan genangan dipelupuk. Cengkuram tangan Sulis, ibunya, yang
memang sedari tadi dia genggam.
“kau
sudah tidak suci lagi.kan?!”
“pak!”
Sulis mencoba mencela.
“dari
semalam bapak sudah punya pirasat, kamu akan pulang hari-hari ini dan
sejujurnya, bapak tak ingin kamu pulang…
“pak
suara Sulis seketika tercekat.
“Gus hafidz sudah cerita, kemarin
serombongan tetangga yang ditangkap seperti Gendhis. Telah bebas. Pembebasa
tentunya tidak secara tiba-tiba seperti itu. Dan akhirnya Gus Hafidz baru tahu,
ada paket special untuk paket pembebasan itu. Mereka membayar pembebasan itu
dengan cara melayani para sipir!”
25)
35
Suasana sempat
senyap. Hening dalam beberapa ketukan.
“kiranya benar tentang
potret-potret yang ada di Koran itu. Wanita-wanita gerwani yang gemar menjilati
kemaluan para pria beramai-ramai dan anaku ternyata juga bagian dari mereka!
26)
Gendhis masih tetap diam. Mematung tak ada tetes air
meleleh dari raut muka cantiknya yang kuyu. Wajahnya tetap dingin. Datar.
“lis, besok segera hubungi abah
mansyur di tuban. Kita akan menitipkan gendhis disana.”
“informasi bapak kurang lengkap,”
seketika ghendis memotong kata-kata bapaknya, lalu melanjutkan,” para telik
sandi bapak itu, gus hafidz,gus idham atau gus-gus lainnya, yang selalu dan
selalu membenci , mengutuk dan melaknat orang-orang seperti saya, masih kurang
dalam memberi informasi kepada bapak.”
27)
Suara gendhis
terdengar keras namun tetap datar. Sejenak bapak dan ibunya terperangah.
“aku
bahkan bukan hanya telah kotor, tidak suci lagi, tidak perawan lagi. Tidak
hanya itu. Bapak tahu? Di perut ini, kini telah meringkuk calon seorang calon
bayi.anak haram, tentunya. Dan bapak tak perlu mengusir ku. Tak perlu
membuangku. Aku yang akan pergi.”
28)
Selang beberapa
saat kemudian,gendhis benar-benar pergi. Menghampiri takdirnya sendirinya
sendiri. Hidup telah memberinya banyak hal. Tentang kesewenang-wenangan dan
tentang benteng yang harus di bangun nya.dia hanya mau percaya pada dirinya
sendiri.sepenuhnya.
b.
Tahapan
Alur
1)
Permulaan
Namanya sederhana, gendhis. Nama itu cukup mewakili wajahnya,manis.
Sehingga banyak gus-gus kolega bapaknya
yang sudah tertarik melamar sekali pun si manis belunm begitu matang. Manis
wajahnya gendhis diturunkan dari ibunya yaitu sulis. Dulu si ibu seorang
36
santriawati yang
sempat menjadi pujaan para santri, sebelim gus nur, sang guru, menikahinya di
usia yang baru belasan tahun.
2)
Pertikaian
Gendhis menerima
surat dari kelurahan untuk menawarinya menari. Tapi bapaknya yang mengira itu
adalah undangan-undangan untuk menari,dengan tegas mewanti-wanti agar tidak
berangkat.
3)
Perumitan
Gendhis di tahan bersama teman-temannya, dia dibawa keruangan kosong. Di
pisah antara laki-laki dan perempuan. Masing-masing orang di jaga tiga sampai
empat petugas CPM. Lalu disuruh melepaskan seluruh pakaian mereka sampai
semuanya bugil. Mereka di tanyai berulang-ulang di siksa terus menerus dan di
orek-orek seluruh anggota tubuh mereka.
4)
Klimaks
Dalam pandang yang berkunang-kunang, dia masih bisa melihat para sipir
itu melucuti seragamnya. Telanjang, selepas itu. Gendhis tak ingat lagi. Dia
hanya merasa seperti sesembahan yang di sembahkan kepada sang raja. Manakala
raja sudah puas sisanya untuk anak buahnya. Selebihnya hanya satu yang
dikeluhkan gendhis : sakit teramat sangat di selengkangannya.
5)
Akhir
Gendhis di pulangkan kerumahnya dan serombongan teman dan temannya yang
di tangkapnya telah bebas.
selang beberapa saat kemudian, Gendhis pergi meninggalkan rumahnya.
Menghampiri takdirnya sendiri. Hidup telah mengajarinya banyak hal. Tentang
swenang-wenang dan tentang benteng yang harus dibangunnya. Ia hanya mau percaya
kepada dirinya sendiri. Sepenuhnya.
6)
Jenis-Jenis
Konflik
a)
Konflik Manusia dengan Manusia
Sebuah tamparan
telak mengenai pipi kiri Gendhis. Gendhis kaget setengah mati. Rasa panas di
pipinya tidak apa-apa sebanding kekagetannya.
“kamu
sudah tidak suci lagi, kan?”
37
“pak!”
Sulis menyela
“dari
semalam bapak bapak sudah punya pirasat, kamu akan pulang hari ini. Dan
sejujurnya, bapak tak ingin kamu pulang…”
“pak!”
suara Sulis seketika tercekat.
b)
Konflik Manusia dengan Tuhan
Gendhis yang
membantu jiwanya, setidaknya masih mau mengucap syukur kepada Tuhan untuk satu
hal itu. Pada kutipan diatas terjadi hubungan konflik manusia dengan tuhan.
7)
Tokoh
atau Perwatakan
Dalam cerpen undangan
menari karya taufan sukma melukiskan keadaan seorang tokoh gendhis yang cantik
dan lugu yang memiliki hobi menari, sayangnya dia terlalu berburu mengambil
keputusan tanpa mendengarkan nasihat kedua orangtuanya, akhirnya Gendis
mengikuti sekelompok gus-gus kolega atau anggota CPM dalam suatu kelompok yang
konon katanya aka nada komunitas menari, ternyata itu hanya fiktif belaka yang
akhirnya para wanita tersebut di sekap dan siksa. Tokoh dalam cerpen tersebut
adalah :
a)
Gendhis
Memiliki sifat
egois tidak mau menuruti kedua orangtuanya, akibatnya dia salah mengikuti
sebuah komunitas menari, sedangkan Gendhis wanita lugu.
b)
Sulis (Ibunya Gendhis)
Memiliki sifat
bijaksana dan khwatir terhadap anaknya.
c)
Gus Nur (Ayahnya Gendhis)
Memiliki sifat
bijaksana dan baik.
d)
Gus Ilham (Calon Suami Gendhis)
Tidak konsisten
akan pilihannya.
e)
Pak Lurah
Bijaksana
f)
Anggota CPM
Jahat atau antagonis
g)
Kepala sipir
Jahat atau antagonis
38
h)
Gus Hafidz
Jahat
i)
Gus Idham
Jahat
8)
Latar
Dalam Cerpen Tersebut
a)
Tempat atau Ruang
(1) Kelurahan
Gendhis
menceritakan pengalaman itu pada semua orang yang dijumpainya setelah usai
menari. Dan kini dia dipanggil ke kelurahan.
(2) Kamar
kosong
Rombongan itu digiring
kesebuah kamar kosong.
(3) Lapangan
Sebagaimana
hari-hari biasa, pada suatu pagi Gendhis dan para tahanan wanita lainnya
disuruh berbaris di lapangan.
(4) Ruang
pemeriksaan
Setelah kejadian
itu, segala sesuatu kembali kesemula, tak ada bedanya. Berkumpul di ruang pemeriksaan.
(5) Kamar
tahanan
Tak ada lagi
tangis. Cukup senyum sekedarnya untuk menimpali pembicaraan teman-teman
sekamarnya menjelang tidur.
b)
Waktu
(1) Petang
Jarum jam menunjuk
angka empat. Hari mulai petang.
(2) Pagi
Pada suatu pagi Gendhis
dan temannya dikumpulkan di lapangan.
(3) Malam
Gendhis cukup
senyum sekedarnya untuk menimpali pembicaraan teman-temannya sebelum menjelang
tidur.
39
9) Gaya Plot
Cerpen disini menggunakan jenis plot
simple plot / single plot. Karena cerpen disini memiliki satu alur cerita dan
satu konflik yang bergerak dari awal sampai akhir. Simple plot ini bersifat
circural, dimana alur cerita bergerak dari awal sampai akhir. Sedangkan simple
plot disini menggunakan tipe linear. Yang dimaksud dengan linear adalah
mengalir secara garis lurus bergerak dari awal sampai akhir. Jenis konflik
disini ada dua yaitu konflik manusia dengan manusia dan konflik manusia dengan
Tuhannya.
a) Jenis
Plot
Simple plot/ Single
plot
(1) Titik
Kisah
Titik kisah dalam cerpen tersebut
menggunakan pandangan persona orang ketiga
“Dia” serba tahu. Pengarang
mengetahui watak dan karakter tokoh dan pada cerpen ini jelas sekali si
pengarang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama atau kata
gantinya ia, dia, mereka.
2.
Lapis
Makna (Ekstrinsik)
a)
Pembayangan
Apa yang Akan Terjadi ( Foreshadowing ) Pada Peristiwa Ke 28
“aku
bukan hanya telah kotor, tidak suci lagi tidak perawan lagi.” Dari
penggalan cerita tersebut bayangan yang akan terjadi memungkinkan kedua orang
tua gendhis yang telah membesarkannya hingga dewasa, tetapi sayangnya gendhis
tidak mematuhi kedua orang tuanya sehingga dia masuk kejalur yang salah.
Kekecewaan kedua orang tuanya melihat gendhis yang sudah tidak perawan lagi,
bahkan telah merengkuk calon seorang bayi dari hasil pemerkosaan para sipir.
Dan memungkinkan gendhis akan diusir atau bahkan dia yang akan pergi tanpa di
usir oleh kedua orang tuanya. Karena malu akan aib sendiri. Dan menjalani
hidupnya sendiri.
1)
Tegangan
(Subpance)
Berdasarkan isi cerpen tersebut banyak
peristiwa yang menegangkan yang terdapat kutipan pada paragraf , sebagai
berikut :
40
(a)
Pada paragraf ke 6 terjadi ketegangan
“sini duduk dulu….” Kata pak lurah,
“ini segera disini, terus
dikumpulkan. Ditumpuk disini.
Sekalian menunggu teman-teman
lainnya”.
Entah kenapa,suasana terasa begitu
tegang.
Tidak
ada yang mencoba bicara. semua diam.
Pada peristiwa atau paragraph ke 6 dan 7 sudah ada tanda-tanda ketegangan
dari hati gendhis dan teman-temannya. Berdasarkan kutipan diatas bahwa disini
terjadi peristiwa tegangan, adanya interaksi antara tokoh satu dengan tokoh
lainnya.
b)
Pada paragraf atau peristiwa ke 10
muncul ketegangan.
Pada peristiwa
ke sepuluh terdapat kutipan yang menegangkan kutipannya sebagai berikut. “Sebuah tamparan telah mengenai pipi kiri
gendhis.gendhis kaget setengah hati”. Dari kutipan ini adanya interaksi
atau unsur kekerasan yang terjadi pada peristiwa itu.
c)
Ketegangan terjadi pada peristiwa ke 16
Sebuah
pandangan yang tentunya tak biasa bagi gendhis. sebuah benda besar menghadang
dengan sumawa. penis itu menegang laki-laki itu merangsek. Tak ada yang bisa di
lakukan gendhis selain meronta dan memberontak, suasana begitu tegang.
Berdasarkan kutipan diatas ada kutipan yang menegangkan tokoh gendhis yang akan
diperkosan oleh laki-laki itu, sampai gendhis merontak dan membrontak kepada
laki-laki tersebut.
d)
Ketegangan yang terjadi pada peristiwa
ke 23
“Dengan
kalimat sejulur tangan sudah menggaet puting susunya dari belakang lewat
ketiaknya. Sedangkan sebelah tangannya lagi terasa sedang memainkan bulu-bulu
kemaluannya”. Kalimat yang terujar pada kutipan
diatas, seorang laki-laki yang mencoba ingin memperkosa gendis.
e)
Ketegangan terjadi pada peristiwa ke 23
Pintu
kamar dibuka dengan cepat. Cukup mengagetkan seorang laki-laki tua yang yang
mulai kehilangan tegak tubuhnya mengeluarkan suara serak,” berapa kali kamu
melayani para sipir itu?”
41
Pada
kutipan diatas ada hentakan yang sangat mengagetkan sehingga tokoh gendhis
merasa cemas, kaget dan takut.
f)
Ketegangan terjadi pada peristiwa ke 25
“kau
sudah tidak suci lagikan?!”. “tak!” sulis mulai mencela suasana mulai menegang.
Pada kutipan ini terjadi peristiwa antara anak dengan ibunya, dan ibu nya mulai
bertanya-tanya kepada anaknya, dari kalimat
“Kau sudah tidak suci lagikan?!” dari kalimat inilah timbul rasa ketegangan
dari hati gendhis.
g)
Ketegangan terjadi pada peristiwa ke 27
“aku
bukan hanya telah kotor, tidak suci lagi, tidak perawan lagi. Tidak hanya itu.
Bapak tau? Diperutku ini kini telah meringkup calon seorang bayi. Anak haram
tentunya. Dan bapak tak perlu mengusirku. Tak perlu membuangku. Aku yang akn
pergi.” Berdasarkan kutipan diatas dikemukakan oleh tokoh
gendhis yang mengakui segala kesalahannya, apa yang sedang dia alami sekarang,
dirinya sedang mengandung anak haram, tentunya orangtua pasti akan terkejut
ketika seorang anaknya apalagi hanya satu-satunya ternyata badannya sudah kotor
dengan aib.
2)
Nada
( Feeling )
Pandangan
pengarang terhadap cerpennya ingin memberikan pengalaman pada masa revolusi
adanya penyiksaan terhadap kaum wanita dalam konteks sejarah tragedy 1965, proses pe-liyan-nan
terhadap mereka itu diawali dengan cerita tentang keterlibatan perempuan-perempuan
Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia) sebuah ormas yang secara ideologis
(dianggap) dekat dengan PKI (Partai Komunis Indonesia). Dalam cerpen ini
terdapat bentuk-bentuk pelecehan seksual lain, terutama yang dilakukan secara
verbal. Pendek kata, kisah hidup para tapol, perempuan selama di dalam penjara
hamper identik dengan kekerasan seksual: sebuah pengalaman yang untuk
menuturkannya butuh perjuangan psikologis yang sangat berat.
Berbagai tuturan
tentang kekerasan seksual yang pernah dialami oleh para mantan tapol perempuan
itu memiliki tingkat kengerian yang nyaris. Dalam cerita ini perempuan adalah
satu bentuk artikulasi ingatan masa lalu yang kelam, tragis dan traumatis.
Propaganda hanya mengandung sedikit kebenaran, selebihnya adalah kebohongan.
42
Sedangkan
ingatan memang tak mungkin sepenuhnya akurat, tapi kebenaran yang dikandungnya
tak mungkin bias dihancurkan. Propogandan memang bisa berubah menjadi “memori
social”, tetapi keberlangsungannya sangat tergantung pada kekuatan rezim
kekuasaan yang menopangnya. Dalam cerpen ini selain adanya unsur kekerasan,
pelecehan dan sebagainya. Sehingga para wanita disekap, ditipu, disiksa,
diperkosa hingga seorang tokoh gendhis yang salah satunya dari para wanita
hingga mengandung seorang bayi. Bagaimana dengan nasib dia dan orang tuanya
tentunya sangat sedih dan kecewa. Dibawah ini ada kutipan dari alur peristiwa
yang mengisahkan para tokoh dalam percakapan atau peristiwa yang terjadi.
Dalam
menganalisis cerpen ini bukan hanya menganalisis sesuai dengan sikap pengarang
terhadap suatu objek yang di ceritakan tetapi kami mencoba menentukan nada
sesuai dengan nada yang terjadi pada sebuah alur cerita yang ada pada cerpen
ini atau bisa dikatakan seorang pembaca dalam membaca suatu cerpen secara
langsung.
a)
Pada peristiwa ke 10
Plak!
Sebuah tamparan telah mengenai pipi kiri Gendhis. Gendhis kaget setengah mati. Berdasarkan
kutipan diatas terjadinya nada Plak! Sebuah tamparan yang pastinya terbayang
nada yang keluar dari tamparan sangat keras.
b)
Pada peristiwa ke 14
“Ada
barang bagus rupanya” kalimat itu meluncur dari bibir
berkumis tebal itu sebari tangan kekalnya menepuk tangan Gendhis dengan keras.
Puk! Pada kutipan ini juga terjadi suara
hentakan nada Plak!.
c)
Pada peristiwa ke 22
“koe
pengen bebas?” Gendhis diam saja dan secara otomatis beberapa tamparan menyapa
pipinya. Itulah kutipan yang bisa menjadi gambaran bagaimana
nada bisa dirasakan oleh pembaca dan sikap pengarang terhadap suatu objek yang
diceritakan.
Nada yang di
ceritakan oleh pengarang terhadap objek, nada terkandung pada alur cerita
sebuah cerpen karya Taufan Sukma. Dalam setiap alur peristiwa terjadi hentakan
nada misalnya nada yang sangat menegangkan yang terjadi pada peristiwa ke 10,
14, dan 22. Intonasi yang terujar dari para tokoh antagonis yang identik dengan
peran jahatnya.
43
3)
Suasana
(Tone)
Perasaan yang
timbul setelah membaca cerpen tersebut timbul rasa marah, benci, gemas, sedih
dan terdapat pada kutipan yang telah tertulis dibawah atau suasana yang terjadi
dalam cerita pendek yang berhubungan dengan perasaan sedih, senang terhadap
tokoh dalam cerita misalnya :
a)
Pada peristiwa ke 7
Entah
kenapa suasana begitu tegang tidak ada yang mencoba bicara. Semua diam.
Pada kutipan diatas timbul suasana tegang, hening, rasa takut.
b)
Pada peristiwa ke 9
Suasana
sempat sedikit gaduh, sampai sang CPM itu masuk ruangan dengan menghentakan
sepatu larasnya dengan cukup keras tepat di depan pintu.
Pada kutipan diatas adanya suasana yang terjadi seperti sedikit gaduh, dan rasa
tegang terhadap para tahanan yang disekap oleh para sipir di dalam tahanan.
c)
Pada peristiwa ke 25
Gendhis
diam. Tak menengok. Hanya mata yang sesaat melotot, lalu nanar dan memerah.
Pada peristiwa yang ada pada kutipan ini ada kata “DIAM” menunjukan suasana
sunyi.
d)
Peristiwa ke 26
Suasana
sempat senyap. Hening dalam beberapa ketukan.
Pada kutipan
diatas ada sangat jelas sekali adanya kutipan “suasana sempat senyap”
menunjukan adanya suasana yang hening atau sunyi.
e)
Peristiwa ke 27
Gendhis
masih tetap diam. Gendhis mematung. Tak ada tetes air yang meleleh dan raut
muka cantiknya yang kuyu. Wajahnya tetap dingin. Datar.
Dalam kutipan ini juga terjadi suasana sepi terdiam, mematung tidak ada kata
yang terujar dari gendhis.
f)
Peristiwa ke 29
Selang
beberapa saat kemudian, Gendhis benar-benar pergi. Menghampiri takdirnnya
sendiri. Hidup telah mengajariya beberapa hal tentang kesewenang-wenangan dan
tentang benteng yang harus di bangunnya. Ia hanya mau percaya pada dirinya
sendiri. Sepenuhnya.
44
Pada kutipan ini
bisa diangga puncak cerita atau klimaks suasana yang timbul begitu mengarukan,
terasa sedih, kecewa dan putus asa, hanya saja tokoh gendhis merasakan
akibatnya sendiri karena tidak patuh tehadap orangtuanya, dari pihak lain
seperti orangtuanya pasti merasakan kesedihan dan kekecewaan terhadap anaknya
yang sejak kecil dirawat dan dibesarkannya, dan mengingat masa kecil gendhis
yang sosoknya anak yang lugu, manis, dan suka menari dimana dia suka dimanapun
itu tempatnya, tetapi karena dia tidak menuruti orangtua nya hingga akhirnya
gendhis mengikuti sekelompok orang yang tenyata kerjanya menyiksa dan selalu
melakukan hal-hal yang tidak sewajarnya terhadap kaum wanita, bagaimana mereka
di lakukan sebagai mana orang yang tidak punya harga diri, suasana terasa
begitu geram dan menegangkan. Tetapi akhir cerita ini terasa sangat menyedihkan
ketika gendhispunya inisiatif akan meninggalkan rumah tanpa diusir oleh kedua
orangtua nya.
4)
Tema
Cerita ini bertemakan
tentang pelecehan dan penyiksaan.
5)
Amanat
Amanat yang
ingin disampaikan pengarang adalah kita dalam melakukan suatu perbuatan
pikirkanlah terlebih dahulu apakah perbuatan kita itu baik atau buruk. Jangan
sampai mengabaikan nasihat dari orang tua kita sendiri. Karena merekalah kita
ada, dan jangan sekali-kali membantah orang tua, apalagi melakukan sesuatu
tanpa sepengetahuan orang tua atau tanpa ridho mereka.
(b)
Hubungan
tema dengan unsur intrinsik dan ekstrinsik (Semiotik)
A.
Hubungan
tema dengan unsur intrinsik
1.
Hubungan
tema dengan satuan peristiwa
Dalam cerpen
“Undangan Menari” karya taufan sukma yang mengandung tema tentang moral,
sedangkan dalam satuan peristiwanya menceritakan seorang tokoh “Gendhis”
perempuan cantik dan lugu. Kebiasaannya yang tidak bisa gendhis tinggalkan oleh
sosok gendhis yang mempunyai hobi menari, sehingga suatu saat gendhis
mendapatkan tawaran dari sekelompok
45
orang yang mengajak gendhis untuk
mengikuti tawaran menari pada suatu komunitas katanya. Sedangkan kedua
orangtuanya tidak mengijinkan gendhis untuk mengikuti acara tersebut. Karena
keinginan gendhis yang tidak bisa dicegah oleh siapapun akhirnya gendhis pergi
dengan sekelompok orang itu sebut saja
angota CPM atau para sipir. Ternyata setelah sampai di TKP para wanita yang
tadinya mereka mengira untuk kegiatan menari, ternyata itu malah sebaliknya
mereka disekap dan disiksa, jelasnya pelecehan seksual terhadap para wanita.
Jelas sekali
adanya hubungan tema dengan satuan peristiwa yang bertemakan lebih kemoral
yaitu yang mempunyai arti ajaran yang mengajarkan agar mengetahui baik dan
buruknya seseorang dalam cerita tersebut.
2.
Hubungan
tema dengan alur
a.
Penyituasian atau situation ( permulaan
)
Tema cerpen
tersebut bertemakan lebih kemoral, pada tahapan alurnya melukiskan tentang
seorang gendhis lugu dan cantik sebut gendhis, kebiasaan gendhis yang suka
menari, hingga dia terjebak karena keegoisannya yang terlalu tergesa-gesa dalam
mengambil keputusan.
Jelas
ada hubungan antara tema dengan permulaan dapat dibuktikan pada paragraf ke 1.
b.
Pertikaian
Pemunculan
konflik cerpen tersebut ada kaitannya dengan tema ketika tokoh gendhis sudah
mulai adanya permasalaan dengan tokoh antagonis.
Dapat dibuktikan pada
paragraf ke-3.
c.
Perumitan
Dilihat dari
perumitan dalam cerpen tersebut ada kaitannya dengan tema, ketika konflik antar
tokoh gendhis dengan para sipir atau anggota CPM, bahkan kedua orangtuanya yang
melarangnya untuk pergi ketempat tersebut. Dapat dibuktikan pada paragraf ke
8,9,10 dan 13.
d.
Klimaks
Tahap klimak
tokoh “Gendhis” yang dalam pandang
berkunang-kunang, dia masih bisa melihat parasitir itu melucuti seragamnya.
Telanjang, selepas itu. Jelas sekali adanya hubungan antara klimaks dengan tema
yang mengandung nilai moral seseorang, mengetahui buruk dan baiknya tokoh dalam
cerpen tersebut. Dapat dibuktikan pada paragraf 13 s/d 18.
46
e.
Akhir
Tahap akhir
tokoh Gendhis yaitu sosok Gendhis yang cantik dan lugu yang dipulangkan ke
rumahnya dan serombongan teman-temannya yang ditangkapnya telah bebas. Selang
berapa hari kemudian, Gendhis pergi meninggalkan rumahnya menghampiri takdirnya
sendiri. Hidup telah mengajarinya banyak hal. Tentang sewenang-wenang dan
tentang benteng yang harus dibangunnya. Dan kini dia hanya mau percaya kepada
dirinya sendiri. Akhir pada cerpen tersebut jelas adanya hubungan tema dengan
akhir cerita seperti kutipan di atas.
f.
Hubungan tema dengan penokohan
Dalam tokoh dan
penokohan jelas didalam cerpen tersebut terdapat tokoh Gendhis, sulis sebagai
ibunya gendhis, gus nur sebagai bapaknya gendhis, anggota CPM peran yang jahat
atau antagonis serta para sipir.
g.
Hubungan Tema dengan Latar
Tema dalam cerpen Undangan Menari
karya Taufan Sukma ini adalah lebih ke moral yakni tentang kehidupan seorang
gadih cantik dan lugu yang mempunyai hobi menari dan karena hobinya itu malah
ia mendapatkan musibah. Latar dalam cerpen tersebut mempengaruhi tingkah laku
dan cara berpikir tokoh, akan hadir suatu pemilihan tema dalam cerpen tersebut ditampilkan latar ruang,
waktu, dan tempat, seperti halnya latar ruang yang terjadi pada alur peristiwa
sebuah cerpen pada paragraf ke 14 dan 15.
h.
Hubungan tema dengan gaya plot
Tema dalam
cerpen Undangan Menari tentunya ada hubungan dengan gaya plot, Karen cerpen di
sini memiliki satu alur cerita dan satu konflik yang bergerak dari awal sampai
akhir. Tentunya tema dengan gaya plot sangat berkaitan erat.
i.
Hubungan Tema dengan Jenis Plot
Hubungan tema
dengan jenis plot yaitu sangat berkaitan karena jenis plot di sini menggunakan
simple plot atau single plot karena cerpennya yang sederhana dan bahasanya
mudah dipahami serta ceritanya mudah dimengerti.
j.
Hubungan Tema dengan Titik Kisah
Hubungan tema
dengan titik kisah sebuah cerpen Undangan Menari sangat jelas sekali. Titik
kisah yang terkandung dalam cerpen ini Titik kisah dalam cerpen tersebut
menggunakan
47
pandangan persona orang ketiga“Dia”
serba tahu. Pengarang mengetahui watak dan karakter tokoh dan pada cerpen ini
jelas sekali si pengarang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama
atau kata gantinya ia, dia, mereka.
k.
Hubungan Tema dengan Tegangan
Hubungan tema
dengan tegangan adanya saling keterkaitan, “kau
sudah tidak suci lagikan?!”
“tak!”
sulis mulai mencela suasana mulai menegang. Pada kutipan
ini terjadi peristiwa antara anak dengan ibunya, dan ibu nya mulai
bertanya-tanya kepada anaknya, dari kalimat
“Kau sudah tidak suci lagikan?!” dari kalimat inilah timbul rasa ketegangan
dari hati gendhis. Dari paragraf tersebut adanya keterkaitan antara tema dengan
tegangan.
l.
Hubungan Tema dengan Nada
Hubungan tema
dengan Nada tentu adanya keterkaitan antara nada yang ada pada sebuah cerpen
misalnya, Pandangan pengarang terhadap cerpennya ingin memberikan pengalaman
pada masa revolusi adanya penyiksaan terhadap kaum wanita dalam konteks sejarah tragedy 1965, proses pe-liyan-nan
terhadap mereka itu diawali dengan cerita tentang keterlibatan
perempuan-perempuan Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia) sebuah ormas yang secara
ideologis (dianggap) dekat dengan PKI (Partai Komunis Indonesia). Dalam cerpen
ini terdapat bentuk-bentuk pelecehan seksual lain, terutama yang dilakukan
secara verbal. Pendek kata, kisah hidup para tapol, perempuan selama di dalam
penjara hamper identik dengan kekerasan seksual: sebuah pengalaman yang untuk
menuturkannya butuh perjuangan psikologis yang sangat berat. Dari keterangan
tersebut dapat kita bandingkan antara tema dengan nada yang terjadi pada
synopsis cerita tersebut. Tidak akan pernah terlepaskan karena keduanya saling
berinteraksi.
3.
Hubungan
Tema dengan Unsur Ekstrinsik
a.
Hubungan Tema dengan Pembayangan yang
akan terjadi
Hubungan tema
dengan pembayangan yang akan terjadi setelah kita membaca cerpen dan ada
kemungkinan kita tidak membacanya sampai tuntas akan timbul rasa penasaran
terhadap alur cerita tersebut, dan tema juga yang menguatkan pembaca untuk
tetap penasaran membaca cerpen tersebut sampai tuntas.
48
b.
Hubungan Tema dengan Tone
Hubungan Tema
dengan Tone juga saling berhubungan tone disini Perasaan yang timbul setelah
membaca cerpen tersebut timbul rasa marah, benci, gemas, sedih dan terdapat
pada kutipan yang telah tertulis dibawah atau suasana yang terjadi dalam cerita
pendek yang berhubungan dengan perasaan sedih, senang terhadap tokoh dalam
cerita misalnya :
1)
Pada peristiwa ke 7
Entah
kenapa suasana begitu tegang tidak ada yang mencoba bicara. Semua diam.
Pada kutipan diatas timbul suasana tegang, hening, rasa takut.
2)
Pada peristiwa ke 9
Suasana
sempat sedikit gaduh, sampai sang CPM itu masuk ruangan dengan menghentakan
sepatu larasnya dengan cukup keras tepat di depan pintu.
Pada kutipan diatas adanya suasana yang terjadi seperti sedikit gaduh, dan rasa
tegang terhadap para tahanan yang disekap oleh para sipir di dalam tahanan.
Tampak jelas
hubungannya antara tema dengan nada yang keduanya saling melengkapi suatu
wacana sebuah cerpen undangan menari.
4.
Hubungan
Tema dengan Amanat
Hubungan Tema
dengan Amanat adanya hubungan atau keterkaitan karena amanat pula yang
menguatkan tema itu sendiri, dari cerpen undangan menari, bisa kita mendapatkan
amanat yang terkandung setelah kita membaca cerpen tersebut, karena alur
ceritanya yang simple plot sehingga mudah dicerna dan dipahami.
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A.
Simpulan
Dari hasil
penelitian yang penulis lakukan, penulis menyimpulkan hasil penelitian sebagai
berikut:
Menganalisis dan
mengetahui unsur-unsur cerpen Undangan Menari karya Taufan Sukma serta mengkaji
dengan menggunakan pendekatan struktur semiotik.
Telah menjadi
peran yang penting dalam penyelenggaraan pembelajaran sastra pada siswa
sehingga terjadi belajar mengajar yang lebih kondusif dan menyenangkan. Hal ini
memungkinkan adanya pelajaran seperti ini dapat mendidik siswa untuk dapat
mengenal dan menghargai nilai-nilai budaya, sastra demi menunjang bangsa ini.
Dengan
mempelajari cerpen berarti siswa sudah diajak untuk mempelajari lingkungan atau
keadaan sekitar dalam dunia sastra. Biasanya siswa akan mempunyai daya tarik
jika siswa diajak berdiskusi tentang pengalaman hidupnya.
B.
Saran
Saran dari
kelompok kami setelah mengkaji dan meneliti bahwa seharusnya peran sebagai guru
harus bisa memberikan stimulus kepada siswanya dan guru tidak tergantung pada
buku paket kecuali guru mampu memberikan peyampaian dan penguasaan dalam
pengajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Basrtra,
Yusniatin Jhe. (2012) Pengertian-Cerpen.
[online]. Tersedia : http://sigodang pos.blogspot.com/2012/07/Pengertian-Cerpen.html.
[18 Januari 2013].
Sukma,
Taufan.dkk. (2006). Cerita Seputar Para
Perempuan dan Tragedi 1965. PT. Syarikat: Yogyakarta.